Cerita Septya dan Hasan Menghalau Cemas di Jalanan yang Penuh Waswas

ANTARA FOTO/Arnas Padda/foc.
Pengemudi ojek daring melintas di depan mural sosialisasi pentingnya menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK) di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (29/10/2022). Mural tersebut untuk mengedukasi warga di daerah itu tentang pentingnya menjadi peserta BPJAMSOSTEK khususnya bagi pekerja bukan penerima upah.
Penulis: Ira Guslina Sufa
3/12/2022, 15.33 WIB

Udara dingin dan temaram cahaya menemani perjalanan Septya Wahyudi membelah jalanan di kawasan Cibubur November lalu. Waktu itu jarum jam sudah menunjukkan lewat pukul 10 malam. Dengan sedikit memacu kecepatan, pemuda yang berprofesi sebagai pengendara ojek online itu menunggang motor matic hitam miliknya pulang ke arah Condet, Jakarta Timur. 

“Ya namanya juga ojek online, jadi nganternya sesuai dapat saja,” ujar Septya bercerita tentang lika-liku pengalamannya pada Katadata.co.id Sabtu (3/12). 

Sudah hampir 5 tahun ia menyambi menjadi pengendara ojek online di Jakarta. Selain itu dia juga bekerja sampingan sebagai penyedia jasa layanan pengurusan dan perpanjangan STNK. 

Septya menyadari kedua pekerjaannya berisiko karena lebih banyak menghabiskan waktu di jalanan. Alasan itu membuat ia memantapkan hati untuk ikut program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm) dan Jaminan Hari Tua (JHT) dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau sekarang dikenal dengan BPJamsostek. Ia menjadi peserta secara mandiri terhitung sejak Juni 2021 lalu. 

"Saya jujur saja, ikut BPJS Ketenagakerjaan inisiatif karena saya kerja lapangan,” ujar Septya.

Tidak hanya faktor risiko yang membuat Septya memilih mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan. Pria yang bekerja di bidang jasa itu mengatakan telah merasakan langsung manfaat kepesertaan dari asuransi sosial milik negara itu. 

Sebelumnya lelaki asal Purworejo itu pernah bekerja sebagai karyawan dan terdaftar menjadi peserta Jamsostek. Pada 2012 dia berhenti dan tak lagi menjadi penerima upah. Saat tak memiliki penghasilan tetap, Septya dapat mengambil manfaat atas kepesertaannya di BPJS Ketenagakerjaan yang semula bernama Jamsostek dengan mencairkan klaim JHT. 

Setelah menjadi pekerja lepas, ia mengaku sempat mencoba menggunakan proteksi personal accident dari salah satu perusahaan swasta. Namun pengalaman pribadinya menunjukkan  pengurusan klaim lebih susah. Sampai akhirnya ia mendengar kabar kalau BPJS Ketenagakerjaan juga melayani kepesertaan untuk pekerja Bukan Penerima Upah (BPU). 

“Setelah tanya-tanya dan tahu kalau pekerja lepas seperti saya juga bisa, saya segera daftar lagi jadi peserta,” ujar Septya.   

Septya tak sendiri. Hasan (43 tahun) yang bekerja sebagai sopir truk juga merasa lebih terlindungi sejak terdaftar sebagai peserta BPJamsostek. Menurut Hasan ia menjadi tidak terlalu cemas atas berbagai kemungkinan buruk yang bisa terjadi di jalanan. 

“Hampir 1 tahun jadi peserta BPJS Ketenagakerjaan saya menjadi lebih tenang karena sudah ada yang menanggung kalau misalnya ada musibah di jalanan,” ujar Hasan bercerita pada Katadata.co.id. 

Perasaan tenang itu ia tularkan juga pada teman-teman di komunitas sopir yang ia ikuti. Menurut Hasan ia sudah mengajak sejumlah teman baik sopir bus, sopir mobil online dan sopir truk untuk menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.

“Kami ini kan bukan karyawan dan kami hanya mitra di kantor jadi perlu sekali untuk punya perlindungan.  Kalau terjadi apa-apa kami sudah punya pegangan,” ujar ayah empat anak itu. 

Menurut Hasan, pekerjaan sebagai sopir truk membuatnya harus sering bepergian ke banyak daerah. Tak jarang pula harus mengantar barang ke Pulau Sumatera, keliling Jawa hingga Bali. Ia mengaku sekarang lebih fokus untuk bekerja karena tidak cemas dengan masa depan pendidikan anak-anaknya bila hal buruk terjadi. 

Sejauh ini, Hasan mengatakan tidak mengalami kendala dalam pengurusan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Apalagi sekarang pembayaran iuran bisa dilakukan secara online lewat aplikasi Jamsostek Mobile (JMO). Ia kini tak perlu repot lagi dibanding sebelumnya yang harus lewat minimarket untuk membayar iuran.

Perluas Kepesertaan 

Besarnya manfaat yang bisa diterima membuat jangkauan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan perlu diperluas. Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Darul Siska mengatakan manajemen BPJamsostek harus lebih atraktif dalam menambah peserta.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2022, jumlah penduduk Indonesia yang bekerja mencapai 135,61 juta orang. Dari angka tersebut 60 persen di antaranya bekerja di sektor informal atau Bukan Penerima Upah (BPU). Sementara data BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan jumlah peserta aktif hingga September 2022 adalah sebesar 35,6 juta. Sebanyak 4,6 juta dari jumlah yang ada merupakan peserta pekerja BPU. 

“Inikan (BPJS Ketenagakerjaan) harus lebih atraktif. Kami ingin mendorong peningkatan kepesertaan BPJSTK ini tahun depan,” ujar Darul dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi IX  dengan manajemen dan pengawasan BPJS Ketenagakerjaan pertengahan November 2022 lalu. 

Soal perluasan kepesertaan memang menjadi  perhatian utama badan publik itu. Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Anggoro Eko Cahyo mengatakan lembaganya menargetkan bisa memiliki 70 juta peserta aktif hingga 2026 mendatang. 

Menurut Anggoro salah satu strategi untuk memperluas keanggotaan adalah dengan pendekatan langsung kepada setiap sektor pekerja BPU seperti nelayan, petani, pedagang dan profesi lain sesuai karakter masing-masing pekerja. Strategi lain adalah dengan memberikan layanan mulai dari proses pendaftaran hingga pembayaran iuran melalui aplikasi Jamsostek Mobile (JMO). 

“Jadi sesuai kampanye kami ‘Kerja Keras Bebas Cemas’ pokoknya para pekerja kerja keras saja, nanti kecemasan kami yang tanggung, karena jika terjadi risiko kami yang akan cover, termasuk beasiswa untuk 2 orang dari TK sampai perguruan tinggi,” ujar Anggoro. 

Untuk bisa menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, para pekerja bukan penerima upah perlu membayar iuran Rp 36.800 per bulan. Dengan iuran itu peserta bisa mendapatkan perlindungan tiga program yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Hari Tua (JHT). 

Adapun manfaat yang bisa dirasakan adalah perawatan tanpa batas biaya jika terjadi risiko kecelakaan kerja, santunan kematian sebesar Rp 42 juta dan beasiswa pendidikan anak hingga perguruan tinggi. Selain itu tabungan selama menjadi peserta bisa dimanfaatkan ketika memasuki hari tua.