Tekanan ekonomi sebagai dampak pandemi masih dirasakan sejumlah industri. Gelombang pemutusan hubungan kerja di luar dan dalam negeri terus bergulir yang ditandai dengan pengumuman PHK. Yang terakhir, Asosiasi Pengusaha Indonesia menyebut ada tiga sektor yang potensial melakukan PHK massal pada 2023.
Di tengah ancaman PHK yang mungkin terjadi, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Perppu ini menjadi jawaban atas putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada 25 November 2021. Dalam putusannya, MK menyatakan UU tersebut inkonstitusional bersyarat.
Aturan terbaru yang dikeluarkan Presiden Jokowi itu, turut mengatur soal PHK oleh perusahaan. Dalam beleid itu, perusahaan tak bisa begitu saja melakukan pemutusan hubungan kerja pada semua karyawan. Meski begitu Jokowi memberi sejumlah rambu mengenai kondisi yang diizinkan bagi perusahaan untuk melakukan PHK.
Pada pasal 81 bagian 45 Perppu Cipta Kerja menyatakan PHK dapat terjadi apabila perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan. Perusahaan yang melakukan efisiensi diikuti dengan atau tanpa penutupan perusahaan juga bisa melakukan PHK selama perusahaan menyatakan rugi.
Perusahaan yang tutup karena keadaan memaksa atau force majeur dan dalam PKPU atau pailit juga bisa melakukan PHK. Selain itu PHK juga dapat dilakukan apabila pekerja dinilai mangkir atau tidak mengikuti ketentuan dan perjanjian yang telah disepakati.
Selain memberi payung bagi perusahaan untuk melakukan PHK, Perppu juga melakukan perubahan atas pasal 156 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Dalam pasal 81 poin 43, Perppu menyebutkan perusahaan tidak bisa melakukan PHK pada karyawan dengan kriteria tertentu.
“Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal demi hukum dan Pengusaha wajib mempekerjakan kembali Pekerja/Buruh yang bersangkutan,” demikian bunyi perubahan pasal 153 UU Nomor 13 tahun 2003 dalam Perppu seperti dikutip dari Perppu pada Minggu (1/1).
Berikut 10 kriteria karyawan yang tak boleh di-PHK oleh perusahaan.
- Karyawan yang berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
- Berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
- Menikah;
- Hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
- Mempunyai pertalian darah dan/ atau ikatan perkawinan dengan Pekerja/ Buruh lainnya di dalam satu Perusahaan;
- Mendirikan, menjadi anggota dan/ atau pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama;
- Mengadukan pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
- Berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
- Dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena Hubungan Kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.