Tarif Jalan Berbayar Belum Diputuskan, Perkiraan hingga Rp 19 Ribu

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/tom.
Sejumlah kendaraan bermotor melintas di kawasan Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (9/1/2023).
Penulis: Yuliawati
11/1/2023, 13.40 WIB

Pemerintah provinsi DKI Jakarta masih akan membahas regulasi jalan berbayar elektronik (electronic road pricing/ERP) di Jakarta. Penjabat Gubernur DKI Heru Budi Hartono menyebutkan besaran tarif jalan berbayar masih akan dibahas dengan Pemerintah Pusat.

“Tarif saya tidak menyampaikan tapi masih perlu pembahasan dengan tingkat pusat,” kata Heru di Balai Kota Jakarta, Rabu (11/1).

Heru menjelaskan, pembahasan soal tarif rencana penerapan ERP itu masuk dalam tahapan lanjutan setelah regulasi yang mengatur soal ERP itu rampung ditargetkan tahun ini.

Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan DKI Syafrin Liputo mengatakan saat ini sedang fokus menyelesaikan pembahasan regulasi agar segera dapat diterapkan di Jakarta.

“Saya tidak bisa memastikan pertengahan atau akhir tahun. Yang jelas tahun ini,” kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Syafrin Liputo di Jakarta, Selasa (10/1).

Saat ini rancangan peraturan itu sudah masuk dalam program di Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) terkait pengendalian lalu lintas secara elektronik. 

Pembahasan ERP ini, kata Syafrin, belum masuk ke tahap lebih spesifik pasal per pasal namun baru sebatas paparan umum. Apabila sudah jadi peraturan daerah, nantinya Pemprov DKI akan menurunkan peraturan turunan dalam bentuk peraturan gubernur.

Adapun usul Dishub DKI soal besaran tarif kisaran Rp 5 ribu hingga Rp 19 ribu menyesuaikan kategori dan jenis kendaraan.

Berdasarkan data Dinas Perhubungan DKI, Rancangan Perda Soal Pengendalian Lalu Lintas secara elektronik itu diusulkan memiliki 12 bab dan 29 pasal.

Dalam raperda itu, waktu pelaksana ERP dirancang setiap hari pada pukul 05.00-22.00 WIB di 25 ruas jalan di Jakarta yang dilaksanakan bertahap.

Berdasarkan pemaparan Dinas Perhubungan DKI pada rapat Bapemperda DPRD DKI pada 3 Oktober 2022, ERP dinilai sebagai salah satu solusi menekan kemacetan melalui pengendalian lalu lintas kendaraan bermotor atau sebagai push strategy.

Pesatnya peningkatan penggunaan kendaraan bermotor mendorong tingginya kecelakaan lalu lintas yakni 60% kecelakaan lalu lintas di Jakarta melibatkan sepeda motor berdasarkan data Polda Metro Jaya pada 2018.

Selain itu, juga mendorong polusi udara yakni sebanyak 44,5% oleh sepeda motor dan 14,2% oleh mobil berdasarkan data Komite Penghapusan Bensin Bertimbal pada 2019.

Dalam raperda itu juga diatur pengecualian yakni sepeda listrik, kendaraan bermotor umum pelat kuning, kendaraan dinas operasional instansi pemerintah, TNI/Polri di luar yang berpelat hitam.

Kemudian, kendaraan korps diplomatik negara asing, kendaraan ambulans, kendaraan jenazah, dan pemadam kebakaran.