Kejaksaan Agung RI mengajukan banding atas vonis nihil yang diterima Komisaris PT Hanson International Tbk, Benny Tjokrosaputro. Kejaksaan menilai vonis untuk perkara korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asabri, tahun 2012-2019 itu sangat mencederai rasa keadilan masyarakat.
"Kami akan mengajukan upaya hukum banding terhadap perkara a quo dengan harapan dapat dihukum sebagaimana surat tuntutan Penuntut Umum," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Ketut Sumedana, Jumat (13/1).
Dalam perkara Asabri itu, sebelumnya Penuntut Umum menuntut Benny dengan hukuman mati. Tuntutan itu didasarkan pada penilaian bahwa yang bersangkutan melakukan pengulangan tindak pidana korupsi. Ketut mengatakan, dengan dijatuhinya hukuman nihil pada Benny yang telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana dengan kerugian negara mencapai puluhan triliun rupiah tersebut bertentangan dengan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.
Lebih jauh, ia menyebut proses hukum terhadap Benny dalam perkara Jiwasraya telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) berdasarkan Putusan Mahkamah Agung, dengan hukuman pidana seumur hidup. Meski begitu, Ketut mengatakan pada perkara tersebut masih ada kesempatan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali.
"Apabila dalam Peninjauan Kembali kemudian menurunkan hukuman menjadi bebas atau dihukum 10 tahun misalnya, bukankah itu artinya terdakwa Benny Tjokrosaputro melakukan tindak pidana korupsi sekitar Rp 38 triliun tidak mendapat hukuman yang setimpal, karena putusan dalam perkara PT Asabri nihil," kata Ketut.
Ketut mengatakan adanya kemungkinan Peninjauan Kembali atas putusan Jiwasraya semestinya menjadi perspektif hakim dalam memutus perkara tersebut. Pada perkara Asabri, majelis hakim menjatuhkan vonis nihil kepada Benny Tjokro. Selain itu Benny Tjokro juga dikenakan kewajiban membayar uang pengganti Rp 5,733 triliun.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Benny Tjokrosaputro terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan korupsi sebagaimana dakwaan kesatu primer dan pencucian uang sebagaimana dakwaan kedua primer. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana nihil," kata Ketua Majelis Hakim Ignatius Eko Purwanto.
Majelis Hakim menjelaskan, kewajiban bayar Rp 5,733 triliun diambil dengan memperhitungkan barang bukti yang disita dari Benny Tjokrosaputro. Adapun barang sitaan terdiri dari 1.069 tanah dan bangunan yang dirampas untuk negara dan diperhitungkan sebagai uang pengganti serta barang bukti yang disita dari Riski Heru Cakra dan diperhitungkan sebagai uang pengganti.