Daftar 12 Pelanggaran HAM Berat yang Diakui Jokowi, Ada Kanjuruhan?

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/aww.
Anggota Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) melakukan Aksi Kamisan ke-759 di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (12/1/2023).
Penulis: Ade Rosman
13/1/2023, 19.35 WIB

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengakui telah terjadi 12 pelanggaran HAM berat di Indonesia pada masa lalu. Kepala Negara pun telah menginstruksikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD untuk memulihkan hak-hak para korban. 

"Saya dan pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran HAM yang berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang," kata Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Rabu (11/1). 

Presiden Widodo mengatakan ia menaruh simpati dan empati mendalam bagi korban dan keluarga korban kejahatan HAM berat. Menurut Jokowi, penanganan 12 kejahatan HAM berat tersebut tidak akan mengabaikan penyelesaian jalur yudisial.  

Presiden Widodo menilai penanganan 12 kejahatan HAM berat tersebut dapat memulihkan luka anak bangsa dan memperkuat kerukunan nasional. Dia menyebut seluruh kejahatan HAM berat tersebut telah ditentukan dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus.

 Secara  rinci, seluruh kejahatan HAM berat tersebut ditentukan oleh Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu. Adapun, tim tersebut dibentuk atas dasar Keputusan Presiden No. 17-2022.

Berikut daftar 12 pelanggaran HAM berat yang diakui Jokowi 

1. Pelanggaran HAM Peristiwa 1965-1966

Mengutip laman Kontras.org, lebih dari dua juta orang mengalami penangkapan sewenang-wenangan, penahanan tanpa proses hukum, penyiksaan, kerja paksa, dan pembunuhan pada periode itu. Pelanggaran HAM terjadi lantaran dituduh sebagai bagian dari Partai Komunis Indonesia (PKI). 

“Dari hasil penyelidikan Komnas HAM, sekitar 32.774 orang diketahui telah hilang dan beberapa tempat diketahui menjadi lokasi pembantaian para korban. Sementara beberapa riset menyatakan bahwa korban lebih dari dua juta orang,” dikutip dari laman resmi Kontras.org, Jumat (13/1).

2. Pelanggaran HAM Penembakan Misterius 1982-1985

Penembakan misterius atau petrus, jejak kelam di bawah kepemimpinan Soeharto sebagai presiden Indonesia pada masa Orde Baru. Pada medio 1982-1985, ribuan orang yang diklasifikasikan sebagai daftar gali atau preman, maupun pelaku kriminal ditembaki oleh orang-orang tak dikenal, dan jasadnya ditemukan di jalanan.

3. Pelanggaran HAM Talangsari, Lampung 1989

Peristiwa ini terjadi pada 7 Februari 1989, di Dusun Talangsari III, desa Rajabasa Lama, kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur, yang sebelumnya masuk kabupaten Lampung Tengah. Mengutip laporan KontraS, Peristiwa ini merupakan dampak dari penerapan asas tunggal Pancasila yang termanifestasi dalam UU No.3 Tahun 1985 tentang partai politik dan Golongan Karya, serta UU No 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Atas dasar tersebut pemerintah tidak akan mentolerir setiap aktivitas yang dianggap bertentangan dan membahayakan Pancasila.

Berdasarkan catatan Komnas HAM, Peristiwa Talangsari menewaskan 130 orang, sebanyak 77 orang dipindahkan secara paksa atau diusir. Selain itu juga ada 53 orang dirampas haknya secara sewenang-wenang, serta 46 orang mengalami penyiksaan. Untuk  Jumlah korban pasti, hingga kini masih tidak diketahui.

4. Pelanggaran HAM Rumoh Geudong dan Pos Sattis, Aceh 1989

Peristiwa Rumoh Geudong merupakan peristiwa penyiksaan terhadap masyarakat Aceh yang dilakukan oleh aparat TNI, ketika masa konflik Aceh pada 1989 hingga 1998. Peristiwa tersebut terjadi di sebuah rumah tradisional di Desa Bili, kabupaten Pidie, yang dijadikan sebagai markas TNI. 

Pada saat itu, pasukan TNI memiliki misi memburu pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yang ingin Aceh memisahkan diri dari Indonesia. Saat menjalankan misi tersebut, tidak sedikit pasukan TNI yang melakukan tindakan tidak berperikemanusiaan; penyekapan, penyiksaan, pembunuhan, perkosaan, terhadap rakyat aceh atau yang diduga anggota GAM di Rumoh Geudong tersebut. 

5. Pelanggaran HAM Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998,

Peristiwa ini merupakan tragedi penculikan terhadap para aktivis, pemuda, mahasiswa yang pada masa orde baru, sekitar tahun 1997-1998 banyak melakukan kritik pada kebijakan saat itu. Sehingga, mereka yang dianggap kritis dicap sebagai kelompok membahayakan negara.

Berdasarkan catatan Kontras, hingga kini masih ada sejumlah orang yang hingga kini masih belum diketahui keberadaannya, sebagai berikut: 

  1. Dedy Umar Hamdun, hilang pada 29 Mei 1997 di Jakarta. Terakhir terlihat di Tebet 
  2. Herman Hendrawan, hilang pada 12 Maret 1998 Jakarta. Terakhir terlihat di Gedung YLBHI 
  3. Hendra Hambali, hilang pada 14 Mei 1998 di Jakarta. Terakhir terlihat di Glodok Plaza 
  4. Ismail, hilang pada 29 Mei 1997 di Jakarta. Terakhir terlihat di Tebet 
  5. M Yusuf, hilang pada 7 Mei 1997 di Jakarta. Terakhir terlihat di Tebet 
  6. Noval Al Katiri, hilang pada 29 Mei 1997 di Jakarta  
  7. Petrus Bima Anugrah, hilang pada 1 April 1998 di Jakarta. Terakhir terlihat di Grogol 
  8. Sony, hilang pada 26 April 1997 di Jakarta. Terakhir terlihat di Klapa Gading 
  9. Suyat, hilang pada 13 Februari 1998 di Jakarta. Terakhir terlihat di Solo, Jawa Tengah 
  10. Ucok Munandar Siahaan, hilang pada 14 Mei 1998 di Jakarta. Terakhir terlihat di Ciputat 
  11. Yadin Muhidin, hilang pada 14 Mei 1998 di Jakarta. Terakhir terlihat di Sunter Agung 
  12. Yani Afri, hilang pada 26 April 1997 Jakarta. Terakhir terlihat di Klapa Gading  
  13. Wiji Tukul hilang pada kisaran akhir 1998-awal 1999 di Jakarta. Terakhir terlihat di Utan Kayu

6. Pelanggaran HAM Kerusuhan Mei 1998,
Peristiwa yang terjadi pada 13-15 Mei 1998 di Jakarta dan sejumlah kota lainnya tersebut bernuansa suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Komnas HAM mencatat kerusuhan terjadi di 88 kota. 

Selama kerusuhan terjadi pembakaran dan kekerasan. Korban banyak berasal dari etnis tionghoa di Indonesia. Penyebab tragedi tersebut dikarenakan krisis ekonomi yang terjadi sejak 1997.

7) Pelanggaran HAM Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999
Pada 12 Mei 1998, empat mahasiswa Trisakti tewas ditembak aparat ketika berdemonstrasi menjelang jatuhnya rezim Soeharto. Empat mahasiswa yang tewas tertembak yaitu Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hartanto dan Hendriawan Sie.

Tak hanya korban meninggal, ratusan mahasiswa dilaporkan luka. Berdasarkan catatan KontraS mencapai 681 orang dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia

 8. Pelanggaran HAM pembunuhan dukun santet 1998-1999

Kasus pembunuhan dukun santet terjadi di sekitar daerah Banyuwangi, dan Malang. Pada kurun 1998-1999 terjadi pembunuhan ratusan orang yang dianggap sebagai dukun santet. Kasus bermula dari pendataan terhadap orang-orang yang dinilai memiliki ilmu gaib oleh pejabat Bupati Banyuwangi saat itu. 

Pada kenyataannya pendataan itu justru berakhir dengan pembunuhan orang yang diduga sebagai dukun santet. Namun hingga kini kasus ini masih misteri karena masih belum diketahui motif dan pelaku pembunuhan. 

9. Peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999

Konflik berdarah di Aceh terus bergulir. Pada 3 Mei 1999 kembali terjadi kekerasan yang berujung pada pelanggaran HAM pada warga sipil. Kejadian puncak terjadi Simpang KKA (Simpang Kraft) yang juga dikenal masyarakat sebagai Tragedi Krueng Geukueh atau Insiden Dewantara. 

Berdasarkan laporan Komnas HAM, dijelaskan bahwa peristiwa Simpang KAA Aceh bermula saat warga Dusun Uleetutu, Kecamatan Dewantara, Aceh Utara menggelar peringatan 1 Muharam pada 1 Mei 1999. 

Dalam kegiatan tersebut terdapat dakwah islam yang dinilai berisi provokasi. Esoknya aparat keamanan menyisir desa dan menangkap masyarakat yang dianggap turut terlibat. Interogasi disertai kekerasan itu berakhir dengan terjadinya pelanggaran HAM. Komnas HAM mencatat insiden itu menyebabkan sedikitnya 23 orang warga meninggal dan 30 korban luka.

10. Pelangaran HAM Wasior, Papua 2001-2002

Peristiwa Wasior terjadi dalam kurun 2001-2002. Puncaknya terjadi pada 13 Juni 2001 yang menyebabkan kekerasan tak terbatas pada warga. Saat itu aparat keamanan yang tergabung dalam Korps Brigade Mobil melakukan penyerbuan kepada warga sipil di Desa Wondiboi, Wasior, Manokwari, Papua. 

Berdasarkan sejumlah pemberitaan, penyerbuan korps Brimob saat itu dipicu oleh terbunuhnya lima anggota Brimob dan satu warga sipil di markas perusahaan PT Vatika Papuana Perkasa oleh terduga Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka. Aparat membalas dengan menyerbu warga yang dianggap turut bersekongkol dengan kelompok separatis.

11. Pelanggaran HAM Wamena, Papua 2003

Peristiwa Wamena terjadi pada 2003 yang menyebabkan 33 orang meninggal dan 53 orang luka. Kerusuhan disertai kekerasan di Wamena telah menyebabkan rusaknya rumah dan kendaraan warga. Tidak hanya itu , korban luka 53 orang, bangunan milik masyarakat yang rusak dan gedung pemerintah pun turut rusak dan terbakar. 

12 Pelanggaran HAM Jambo Keupok, Aceh 2003

Pelanggaran HAM kembali terjadi di Aceh. Kali ini peristiwa terjadi di Desa Jambo Keupok. Tindakan represif dari aparat bermula dari dugaan bahwa Desa Jambo Keupok merupakan tempat bersembunyinya para aktivis Gerakan Aceh Merdeka. 

Dalam operasi penyisiran ke desa, anggota TNI Para Komando bersama dengan Satuan Gabungan Intelijen melakukan tindak kekerasan. Aksi represif itu menyebabkan terjadi penangkapan, penyiksaan dan terbunuhnya 16 warga sipil. Mereka mati dengan cara yang tragis seperti dibakar hidup-hidup, ditembak dan disiksa. Lima orang lain dilaporkan mengalami luka akibat kekerasan. 

Kanjuruhan Tak Termasuk

Dari 12 daftar pelanggaran HAM berat yang sudah diumumkan Jokowi, Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 tak termasuk dalam daftar. Hal itu didasarkan pada rekomendasi Komnas HAM atas penyelidikan terhadap tragedi yang menewaskan lebih dari 100 orang itu. Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Uli Parulian Sihombing menyebut kesimpulan itu didapat dari hasil analisis kasus.

  "Berdasarkan laporan tidak menyebutkan adanya pelanggaran HAM berat," kata Uli seperti dikutip dari Antara, Kamis (29/12). 

 Laporan yang dimaksud Uli merujuk kepada laporan pemantauan dan penyelidikan tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan Malang 1 Oktober 2022 yang dikeluarkan Komnas HAM pada 2 November 2022. 

Salah satu kesimpulan bahwa Komnas HAM menyatakan tragedi Kanjuruhan merupakan peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi akibat tata kelola sepak bola yang diselenggarakan dengan cara tidak menjalankan, menghormati dan memastikan prinsip dan norma keselamatan serta keamanan penyelenggaraan sepak bola. Namun Komnas HAM tidak mengklasifikasikan tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM berat. 

Reporter: Ade Rosman