Cari Jalan Tengah, ESDM Hati-hati Revisi Formula Harga Batu Bara

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/nym.
Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (24/2/2023).
26/2/2023, 14.18 WIB

Kementerian ESDM belum memberikan keputusan final terkait rencana revisi formula pembentuk harga batu bara acuan (HBA). Meski begitu, pengesahan revisi formula HBA terbaru ditarget selesai pada tahun ini.

Pemerintah sejauh ini masih mempertahankan rumusan hitungan 25% pada hitungan empat indeks pembentuk HBA. Revisi pembentuk HBA merupakan langkah untuk mengakomodasi keluhan pengusaha atas lebarnya disparitas antara tarikan royalti dengan rerata harga jual batu bara.

HBA terbentuk dari hitungan rata-rata empat index bulanan seperti Global Coal Newcastle Index (GCNC), Newcastle Export Index (NEX), Indeks Platts dan Indonesia Coal Index (ICI) pada bulan sebelumya. Masing-masing indeks berkontribusi pada hitungan 25% formula HBA.

Kementerian ESDM akan tetap menggunakan rumusan hitungan yang ada tanpa menaikan atau menurunkan persentase indeks tertentu dalam hitung-hitungan revisi formula HBA.

“Kami tidak berpikir untuk menaikkan atau menurunkan persentase sebuah indeks,” kata Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara (Minerba), Irwandy Arif, saat menjadi pembicara di agenda Mining for Journalist di Cisarua, Bogor pada Sabtu (25/2).

Keluhan para pengusaha berangkat dari kewajiban royalti yang lebih tinggi dari patokan harga jual batu bara. Pada Februari ini, harga acuan ditetapkan menjadi US$ 277,05 per ton.

Menurut Irwandi, acuan harga jual batu bara domestik punya harga yang berbeda mengikuti besaran kalori batu bara. Hingga 24 Februari, harga jual batu bara kalori 3.400 kcal/kg berada di US$ 47,76 per ton, kalori 3.800 kcal/kg di harga US$ 61,69 per ton dan kalori 4.200 kcal/kg di level US$ 74,48 per ton.

Selanjutnya, batu bara kalori 4.700 kcal/kg berada di angka US$ 93,2 per ton, kalori tinggi 5.500 kcal/kg senilai US$ 125,56 per ton dan kalori 6.000 kcal/kg sebesar US$ 193,33 per ton.

“Bayangkan, perusahaan membayar royalti US$ 277 per ton namun mereka hanya bisa jual di angka itu. Ini tidak seimbang,” kata Irwandy menjelaskan.

Kendati berupaya mengakomodir keluhan pengusaha, pemerintah tetap berhati-hati dalam upaya merevisi HBA. ESDM tengah mencari hitungan formulasi HBA yang bersifat fleksibel di tengah fluktuasi harga batu bara.

Langkah ini sekaligus menjawab usulan pelaku usaha yang gagasan pelaku usaha yang meminta pemerintah menyesuaikan formula pembentuk HBA dengan cara mengubah bobot hitungan dari keempat indeks. Persentase bobot indeks yang mencerminkan harga batu bara Indonesia seperti ICI dan Platts bisa ditambah, sementara bobot indeks harga batu bara GCNC dan NEX bisa diturunkan.

“Kalau semua harga normal kembali kemudian semuanya jadi seimbang bagaimana. Padahal sebelum Pandemi Covid-19, posisi empat indeks itu oke-oke saja,” ujar Irwandy.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia, mengatakan bahwa hitung-hitungan formula HBA yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM saat ini tak lagi relevan seiring adanya disparitas indeks harga batu bara yang menjadi acuan dalam pembentukan harga.

Menurut Hendra, indeks harga batu bara Australia yang mengacu pada GCNC dan NEX dengan nilai yang lebih tinggi bertolak belakang dengan tingkat harga batu bara Indonesia yang lebih condong ke Indeks Platts dan ICI.

Harga batu bara Australia yang memiliki kalori tinggi cendurung punya harga yang mahal hingga lebih dari US$ 300 per ton. Sementara harga batu bara indeks Platts dan ICI relatif berada di US$ 250 per ton. Kondisi yang disebut dengan istilah decuopling tersebut, kata Hendra, sudah dirasakan sejak dua tahun terakhir.

“Penambang Indonesia yang menjual batu bara sebagaian besar menggunakan indeks ICI, tapi waktu membayar kewajiban ke negara lebih tinggi karena HBA belakangan ini diangka US$ 300," ujar kata Hendra kepada Katadata.co.id melalui sambungan telepon pada Kamis (5/1/).

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu