Mahfud: Transaksi Janggal Ada di Kementerian Lain, Tak Hanya Kemenkeu

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD menyampaikan keterangan pers seusai mengikuti rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (3/1/2023).
10/3/2023, 21.17 WIB

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK menemukan transaksi janggal selain di Kementerian Keuangan. Hal tersebut dikatakan oleh Menteri Koordinator Bidan Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.

Mahfud belum lama ini mengumumkan adanya transaksi janggal dengan indikasi Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU di Kementerian Keuangan senilai Rp 300 triliun. Menurutnya, transaksi janggal tersebut terjadi di kementerian lain.

"Sudah pasti ada di kementerian lain. Tidak usah ditanya, sudah pasti dong," kata Mahfud di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jumat (10/3).

Mahfud mengatakan sejauh ini dirinya tidak pernah mempublikasikan nama, nomor rekening, dan angka di nomor rekening seseorang. Selain itu, Mahfud tidak pernah menyebutkan bahwa dana senilai Rp 300 triliun tersebut merupakan hasil tindak pidana korupsi.

Mahfud menjelaskan dana senilai Rp 300 triliun tersebut murni dari hasil TPPU. Dengan kata lain, seluruh dana tersebut diduga merupakan dana yang diberikan kepada pegawai Kementerian Keuangan agar mendapatkan perjanjian khusus.

"Korupsi itu terkait dengan anggaran negara yang dicuri. Oleh Kementerian Keuangan sudah berhasil dikembalikan Rp 7,08 triliun. Nah, yang TPPU dugaanya senilai Rp 300 triliun. Ini akan kami tindak lanjuti," kata Mahfud.

Mahfud menyampaikan dugaan tersebut dikuatkan setelah pengambilan sampel sebanyak tujuh laporan dari 197 laporan yang disampaikan PPATK. Dari proses intelijen keuangan, Mahfud menduga ketujuh laporan tersebut memiliki indikasi TPPU senilai Rp 60 triliun.

Aturan Perampasan Aset

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini berharap kejadian ini menjadi momentum pengesahan dua beleid di DPR. Peraturan yang dimaksud adalah Rancangan Undang-Undang atau RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal.

Secara sederhana, RUU Perampasan Aset memungkinkan penegak hukum untuk merampas aset tersangka saat penyidikan berlangsung. Sementara itu, RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal akan menyulitkan proses pencucian uang.

"Saya dengar DPR menunggu Surat Presiden dari presiden untuk mengajukan RUU Perampasan Aset. Oke, kami ajukan secepatnya," kata Mahfud.

Mahfud menilai sejauh ini kejahatan yang besar dibicarakan masyarakat hanya pada Tindak Pidana Korupsi. Namun uang hasil kejahatan terbanyak dari kejahatan tersebut hanya dapat ditindak melalui TPPU.

Mahfud mencontohkan dugaan dana TPPU senilai Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan diduga merupakan hasil korupsi yang nilainya hanya sampai Rp 50 miliar. Akan tetapi, menurutnya, hanya sebagian kecil kasus korupsi yang dilanjutkan ke kasus TPPU

"Selama ini kita tidak pernah mengkonstruksi kasus pencucian uang itu, padahal kita punya UU Pencegahan TPPU. Hanya satu sampai tiga oknum yang dihukum karena TPPU," kata Mahfud.

Reporter: Andi M. Arief