Buruh akan menggugat Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023. Aturan tersebut memungkinkan pengusaha berorientasi ekspor memangkas upah buruh hingga 25%.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal mengatakan gugatan tersebut akan disampaikan ke Pengadilan Tata Usaha Negara pada 21 Maret 2023. Pada hari yang sama, ribuan buruh dan organisasi serikat buruh akan berunjuk rasa di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan.
“Saya ingatkan, Permenaker ini melanggar Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang telah ditandatangani Presiden. Kenapa Menaker membuat Permenaker yang isinya bertentangan dengan peraturan di atasnya?” kata Said dalam keterangan resmi yang diterima Katadata.co.id, Jumat (17/3).
Said menilai Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 dapat disalahgunakan perusahaan dalam keadaan tertentu. Menurutnya, beleid tersebut dapat menjadi dasar pembayaran upah buruh dengan murah.
Di sisi lain, Said berpendapat Permenaker tersebut diskriminatif terhadap perusahaan berorientasi pasar domestik. Pasalnya, peraturan tersebut hanya berlaku pada perusahaan berorientasi ekspor.
Selain penyesuaian upah, Permenaker No. 5-2023 juga mengizinkan pengusaha berorientasi ekspor untuk menyesuaikan jam kerja. Secara rinci, jam kerja buruh dapat dikurangi dari 40 jam seminggu menjadi 30 jam seminggu.
Penyesuaian jam kerja tersebut membuat upah per jam yang diterima buruh perusahaan berorientasi ekspor sama buruh di perusahaan berorientasi pasar domestik. Namun Said menilai hal tersebut memberikan keuntungan komparatif yang diskriminatif kepada perusahaan berorientasi ekspor.
Said menilai Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 dapat dimanfaatkan oleh perusahaan besar multiglobal untuk mengambil ceruk perusahaan kecil berorientasi pasar domestik. Pasalnya, perusahaan besar berorientasi ekspor memiliki kewajiban yang lebih ringan terkait ketenagakerjaan.
"Apakah Menaker bermaksud mau mematikan perusahaan dalam negeri? Bikin rusak negara," kata Iqbal.
Sedangkan Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia Mirah Sumirat menilai pemerintah telah menyakiti para buruh, khususnya tenaga kerja di industri berorientasi ekspor. Selain itu, Menteri Ketenagakerjaan dinilai telah menyalahi undang-undang.
Mirah menyoroti Pasal 8 Permenaker Nomor 5 yang mengizinkan pengusaha untuk mengurangi upah buruh hingga 25%. Menurutnya, hal tersebut berpotensi menyalahi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Ini menurut saya keputusan yang menyakitkan bagi pekerja. Selain itu yang namanya memotong upah itu pidana," kata Mirah kepada Katadata.co.id, Jumat (17/3).
Sebagai informasi, Pasal 90 Ayat (1) UU Ketenagakerjaan menetapkan pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum. Sementara itu, Pasal 185 mengatur pihak yang melanggar Pasal 90 diancam bui paling lama empat tahun dan denda paling banyak Rp 400 juta.
"Ketika pengusaha memotong upah buruhnya sampai 25 persen, bisa ada kemungkinan upah buruh tersebut di bawah upah minimum," kata Mirah.