Putusan MK Perpanjang Jabatan KPK Dinilai Strategi Pemenangan Pilpres

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa.
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri) menyimak keterangan saksi ahli yang dihadirkan dalam sidang gugatan UU Pemilu terkait sistem pemilu proporsional terbuka dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 di Gedung MK, Jakarta, pada Selasa (23/5/2023). Sidang yang beragendakan mendengarkan saksi ahli dari Partai Garuda dan Partai NasDem tersebut merupakan yang terakhir sebelum MK memutus perkara itu.
26/5/2023, 08.29 WIB

Putusan Mahkamah Konstitusi atau MK yang memperpanjang masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK dinilai merupakan strategi dari pemenangan Pilpres 2024.

Pakar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana, mengatakan perpanjangan masa jabatan KPK berpotensi menjadikan lembaga tersebut alat untuk "merangkul kawan dan memukul lawan".

"Kenapa jadi strategi pemenangan Pilpres? Karena ada kasus-kasus yang perlu dikawal agar tidak menyasar kawan koalisi dan diatur menjerat lawan oposisi Pilpres 2024," ujarnya dalam pernyataan tertulis yang diterima redaksi Katadata.co.id, Jumat (26/5).

Sebagai informasi, Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun. Itu artinya, jabatan Firli Bahuri dan pimpinan KPK lainnya yang seharusnya berakhir Desember 2023, mendapatkan ekstra tambahan setahun.

"Alias gratifikasi perpanjangan masa jabatan melalui putusan MK," kata Indrayana.

Dia mengatakan perubahan masa jabatan tersebut bisa jadi merupakan bagian dari strategi pemenangan Pilpres 2024. Menurut dia, penegakan hukum hanya dijadikan alat untuk menguatkan startegi pemenangan Pemilu, khususunya Pilpres 2024

Jika masa jabatan pimpinan KPK berakhir Desember 2023, maka strategi menjadikan KPK sebagai bahan untuk merangkul kawan dan memukul lawan berpotensi berantakan. Terlebih jika pimpinan KPK yan terpilih tidak sejalan dengan strategi pemenangan Pilpres

Selain perpanjangan masa jabatan, norma UU KPK yang diubah dalam aturan tersebut adalah syarat pimpinan KPK. Aturan tersebut mengatur bahwa syarat menjadi pimpinan KPK bukan hanya minimal 50 tahun, tapi juga bisa diikuti oleh yang sduah pernah menjabat.

Melalui putusan tersebut, Indrayana mengatakan, Nurul Gufron bisa mengikuti lagi seleksi pimpinan KPK meskipun belum berumur 50 tahun karena saat ini sudah menjabat. Indrayana mengatakan, putusan ini menunjukkan inkonsistensi dari putusan MK sebelumnya.

Alasan MK Perpanjang Masa Jabatan KPK

Majelis hakim Mahkamah Konstitusi atau MK memutuskan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi selama empat tahun tidak konstitusional. Sebagai akibatnya, MK menambah jabatan pimpinan KPK itu menjadi lima tahun. 

Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dalam sidang pengucapan ketetapan dan putusan yang disiarkan di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI, Kamis (25/5).  Dalam putusan, Anwar menyebut Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

"Sepanjang tidak dimaknai, 'Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan'," ujar Anwar Usman.

Dalam menyampaikan pertimbangan, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menyatakan bahwa ketentuan masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun bersifat diskriminatif. Aturan itu juga tidak adil jika dibandingkan dengan komisi dan lembaga independen lainnya.

Guntur Hamzah membandingkan masa jabatan KPK dengan pimpinan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Sesuai ketentuan masa jabatan pimpinan Komnas HAM adalah lima tahun. Oleh karena itu, akan lebih adil apabila pimpinan KPK menjabat selama lima tahun.

"Masa jabatan pimpinan KPK selama lima tahun jauh lebih bermanfaat dan efisien jika disesuaikan dengan komisi independen lainnya," kata Guntur Hamzah.

Selain itu, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyatakan bahwa masa jabatan empat tahun memungkinkan presiden dan DPR yang sama melakukan penilaian terhadap KPK sebanyak dua kali. Ia menyebut pemberlakuan penilaian dapat mengancam independensi KPK. 

Arief melanjutkan adanya ketentuan bagi kewenangan presiden maupun DPR untuk melakukan seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK sebanyak dua kali dalam masa jabatannya dapat memberikan beban psikologis. Aturan ini juga berpotensi menimbulkan benturan kepentingan terhadap pimpinan KPK yang hendak mendaftarkan diri untuk mengikuti seleksi calon pimpinan KPK berikutnya.

“MK menilai penting untuk menyamakan ketentuan tentang periode jabatan lembaga negara yang bersifat independen, yaitu lima tahun,” ujar Guntur.