Pro dan Kontra RUU Kemenkes di Kalangan Tenaga Kesehatan

ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/wsj.
Sejumlah tenaga kesehatan berunjuk rasa menolak RUU Omnibuslaw Kesehatan di depan Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/11/2022).
Penulis: Ade Rosman
Editor: Yuliawati
5/6/2023, 16.58 WIB

Rasipin menjelaskan, Kementerian Kesehatan merupakan jenderal di bidang kesehatan di Indonesia. Namun, 'power' Kementerian Kesehatan seakan-akan hilang dalam hal-hal tertentu. Salah satu contohnya dalam mengatur distribusi dokter-dokter praktik.

"Karena rekomendasinya keluar dari IDI. Regulatornya siapa, organisasi profesinya siapa," katanya.

Ia mengatakan, seharusnya sebagai jenderal di bidang kesehatan, Kementerian Kesehatan mempunyai power yang lebih besar untuk permasalahan-permasalahan kesehatan di Indonesia.

Di sisi lain, menurutnya saat ini banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dalam permasalahan kesehatan di Indonesia.

Sebagai seorang Direktur RSUD ia mencontohkan kesulitannya saat membutuhkan tenaga dokter spesialis di rumah sakitnya yang tidak bisa diselesaikan secara cepat. Secara spesifik ia mencontohkan dokter spesialis bedah saraf.

"Spesialis bedah saraf yang dalam satu tahun paling hanya meluluskan paling banyak empat, dan itu kalau mengandalkan perguruan tinggi jadi lama untuk menyelesaikan masalah itu," katanya.

Dia menilai berbagai permasalahan tersebut bisa diatasi dengan adanya kebijakan-kebijakan terobosan. Misalnya pendidikan berbasis rumah sakit. Sehingga, kecukupan dokter tidak hanya disokong dari lulusan perguruan tinggi yang notabene lulusnya terbilang lama dalam skala tahunan.

Terobosan tersebut, kata dia, merupakan kewenangan pemerintah selaku regulator. "Sehingga biarlah pemerintah mengerjakan tugasnya sebagai regulator. Ada hal- peran regulator yang menjadi tupoksinya pemerintah harus kerjakan," katanya.

Halaman:
Reporter: Ade Rosman