Tiga Alasan Aceh Jadi Lokasi Dimulainya Penyelesaian HAM Berat

Antara
Presiden Joko Widodo saat mengunjungi masjid di lokasi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu Rumoh Geudong, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, Selasa (27/6). Foto: Antara.
27/6/2023, 16.44 WIB

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mencatat tiga alasan kenapa Aceh menjadi lokasi seremoni penyelesaian non-yudisial pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat masa lalu. Menurutnya, ketiga alasan tersebut memiliki dimensi kemanusiaan yang kuat.

Mahfud mengatakan Aceh relevan dengan agenda pemenuhan hak korban dan pencegahan pelanggaran HAM berat. Ia mengatakan penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat akan dilakukan secara serentak di penjuru negeri dengan seremoni di DI Aceh.

"Usaha menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu melalui jalur yudisial akan terus dilakukan," kata Mahfud dalam seremoni dimulainya penyelesaian non yudisial kasus HAM berat di Pidie, Aceh, seperti disiarkan saluran resmi Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Selasa (27/6).

Adapun alasan pertama pemilihan DI Aceh menurut Mahfud adalah kontribusi penting dan bersejarah rakyat dan Provinsi DI Aceh terhadap kemerdekaan. Serambi Makkah menyumbang pesawat udara, senjata, makanan, dan pakaian untuk membantu mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Kedua, penghormatan negara terhadap bencana kemanusiaan Tsunami 2004. Seperti diketahui, gempa berkekuatan 9,3 magnitudo di dasar Samudera Hindia melahirkan gelombang tsunami sekitar 30 meter pada 26 Desember 2004.

Tsunami tersebut menghantam pesisir Aceh dengan kecepatan 360 kilometer per jam dan memakan korban jiwa hingga sekitar 230.000 orang. Tercatat sekitar 500.000 orang kehilangan tempat tinggal dari bencana tersebut.

"Ketiga, rasa hormat pemerintah yang begitu tinggi terhadap proses perdamaian di DI Aceh," kata Mahfud.

Proses perdamaian yang dimaksud adalah perdamaian Gerakan Aceh Merdeka dan pemerintah pada 15 Agustus 2005. Untuk diketahui, GAM dan pemerintah berkonflik selama 29 tahun dan memakan 15.000 korban jiwa.

Sebelumnya, Mahfud menjelaskan salah satu alasan pemilihan DI Aceh sebagai titik awal dimulainya penanganan korban pelanggaran HAM berat adalah jumlah pelanggaran ham berat di provinsi tersebut. 

Ketiga pelanggaran HAM berat di Aceh adalah Pelanggaran HAM Rumoh Geudong dan Pos Sattis 1989, Peristiwa Simpang KKA 1999, dan Pelanggaran HAM Jambo Keupok 2003.

Reporter: Andi M. Arief