Kualitas Udara Jakarta Terburuk di Dunia, Ini Penyebabnya Menurut Ahli

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Lanskap suasana gedung diselimuti kabut polusi udara di Jakarta
Penulis: Nadya Zahira
22/8/2023, 20.44 WIB

Kualitas udara di DKI Jakarta pada Rabu (16/8) menjadi terburuk nomor satu di dunia, di mana indeks kualitas udara mencapai 163 atau kategori "merah”, artinya, kualitas udara tidak sehat. Peringkat tersebut berdasarkan data situs pemantau kualitas udara, IQAir. 

Menanggapi hal tersebut, Eksekutif Institute for Essential Service Reform Fabby Tumiwa mengatakan, buruknya kondisi udara di ibu kota tidak hanya semerta-merta disebabkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Melainkan penyebab terbesarnya yakni dari sistem pembuangan (exhaust) pembakaran Bahan Bakar Minyak (BBM) kendaraan bermotor.

“PLTU memang ada kontribusinya yang menyebabkan kondisi udara buruk, tapi tidak dominan pada musim panas karena arah angin dari Timur ke Barat,” ujar Fabby saat dihubungi Katadata.co.id,  Selasa, (22/8).

Namun demikian, dia tidak mempunyai data terbaru terkait besaran persentase penyumbang polusi baik itu dari PLTU, maupun dari pembakaran BBM kendaraan bermotor. ”Saya belum punya datanya, yang jelas penyumbang polusi terbanyak itu dari asap kendaraan bermotor dan transportasi lainnya,” kata dia.

Dengan demikian, dia mengatakan fenomena buruknya kualitas udara di DKI Jakarta tidak bisa dinilai bahwa penyebabnya hanya dari PLTU saja, tetapi harus dilihat dari aspek lainnya. Terlebih, menurut dia, pemerintah saat ini memang sedang berusaha mempensiunkan pembangkit listrik berbasis batu bara.

Polusi Uadara Jakarta Masih Buruk (Muhammad Zaenuddin|Katadata)

Upaya yang Harus Dilakukan Pemerintah

Oleh sebab itu, dia menyarankan kepada pemerintah untuk bisa mengatasi sumber polusi udara yang berdampak pada jangka panjang, bukan hanya jangka pendek saja. Selain itu, pemerintah juga perlu mengkaji agar mengetahui penyebab terbesar dari kondisi buruk udara di ibu kota. 

Sementara itu, Analis Energi Transition Zero Handriyanti Diah Puspitarini menyebutkan beberapa upaya yang harus dilakukan pemerintah untuk memperbaiki kondisi udara di Jakarta yakni, memperbanyak armada dan jalur transportasi publik. 

“Jika transportasi memang dinilai sebagai sumber yang dominan, maka seharusnya pemerintah tidak boleh langsung mewajibkan masyarakat untuk mengganti moda transportasi pribadinya tanpa ada solusi yang meringankan masyarakat secara umum,” ujarnya saat dihubungi Katadata.co.id, Selasa (22/8).

Dalam hal tersebut, dia mengatakan bahwa tidak semua orang mempunyai uang untuk mengganti motornya ke motor listrik meskipun pemerintah sudah memberikan subsidi, “Saya sendiri pengguna setia TJ (Trans Jakarta) dan Jaklingko yang justru mewajibkan penggunanya untuk melatih kesabaran saat menunggu kendaraannya datang dan saat menumpanginya,” kata dia.

Selain itu, Yanti menyebutkan upaya lainnya yakni, dengan melakukan pemantauan emisi dari sektor industri secara berkala. Pasalnya, hingga saat ini belum ada laporan yang terbuka untuk publik mengenai hal ini.

“Publikasi Inventarisasi Emisi Gas Rumah Kaca dari ESDM sendiri tersedia hanya hingga 2019,” ujarnya.

Disisi lain, dia menilai saat ini pemerintah terkesan saling tunjuk dan sama sekali belum ada langkah konkret selain mewajibkan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk Work From Home atau kerja dari rumah, “Jadi ini belum ada angka berapa persen efisiensinya untuk mengurangi polusi,” ujarnya. 

Dengan status kualitas udara yang tidak sehat di ibu kota, masyarakat dianjurkan untuk menggunakan masker wajah saat beraktivitas di luar ruangan, menutup jendela ruangan untuk menghindari masuknya udara luar yang kotor, menyalakan penjernih udara, atau menghindari aktivitas di luar ruangan.

Reporter: Nadya Zahira