KPK: Caleg Eks Koruptor Harus Umumkan Status Pernah Terlibat Korupsi

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/nym.
Ketua KPK Firli Bahuri memberikan sambutan sebelum melepas Roadshow Bus KPK 2023 di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/8/2023).
Penulis: Ira Guslina Sufa
31/8/2023, 07.29 WIB

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan calon anggota legislatif (caleg) peserta Pemilu 2024 yang merupakan mantan koruptor harus mengumumkan kepada masyarakat pernah menjadi narapidana kasus korupsi. Hal itu menjadi kewajiban bagi caleg koruptor sesuai dengan ketentuan yang ada. 

"Ada keterangan dalam putusan judicial review itu; satu, seketika orang itu narapidana maka dia harus mengumumkan bahwa dia pernah menjadi narapidana," kata Firli di Kompleks Parlemen, Senayan, seperti dikutip dari Antara, Kamis (31/8). 

Firli menyebut mantan koruptor tersebut juga harus mengungkapkan ke publik terkait kasus korupsi yang pernah menjeratnya di masa lalu. Adapun pada ketentuan kedua, mantan narapidana juga harus memberi penjelasan resmi kepada publik. 

“Dia harus memberikan pernyataan kepada masyarakat bahwa dia pernah berkasus, kasus apa, perkara apa, dan hukum berapa tahun," ujar Firli. 

Menurut Firli pernyataan terbuka didasarkan pada Undang-Undang Pemilu yang telah dilakukan uji materi atau judicial review, di mana setiap warga negara memiliki hak pilih dan dipilih dengan batasan-batasan tertentu. Batasan yang dimaksud dalam undang-undang adalah apabila seorang kena tidak pidana lima tahun lebih dan kedua tidak sedang  menjalani pidana. 

Firli menjelaskan informasi soal caleg eks koruptor itu penting bagi publik agar dapat berimbang dalam mempergunakan hak pilihnya. "Tentu hak rakyat yang menentukan apakah tetap akan memilih atau tidak, saya kira itu ketentuannya seperti itu karena proses hukum sudah selesai, proses politiknya setiap warga negara memiliki hak untuk dipilih maupun memilih," kata Firli.

Senada dengan Firli, Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute (TII) Arfianto Purbolaksono meminta calon anggota legislatif (caleg) yang merupakan mantan koruptor membuat pernyataan pernah melakukan korupsi pada semua alat peraga kampanye baik secara luring maupun daring. Pernyataan itu memuat bahwa yang bersangkutan adalah mantan narapidana tindak pidana korupsi dan menyatakan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. 

Menurut Arfianto, pernyataan itu penting karena korupsi merupakan tindak pidana yang merugikan keuangan negara. Selain itu korupsi melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat.

"Caleg yang pernah melakukan korupsi harus bertanggung jawab kepada publik dan berjanji kepada publik agar mereka tidak lagi melakukan kejahatan tersebut," ujar Arfianto. 

Selain itu, ia melanjutkan, pengumuman kepada pemilih bahwa caleg bersangkutan pernah menjadi terpidana korupsi merupakan bagian penting dalam upaya pendidikan pemilih agar memilih caleg berintegritas.

Arfianto menjelaskan publik memiliki hak untuk mengetahui dan menilai apakah caleg yang pernah melakukan kejahatan korupsi dapat diberikan kesempatan lagi menjadi wakil rakyat atau tidak. Praktik korupsi yang kini terjadi di Indonesia, menurut dia, telah membuat lembaga-lembaga publik terpuruk sehingga menghambat pencapaian tujuan pembangunan nasional.

"Oleh karena itu, caleg yang pernah menjadi pelaku kejahatan korupsi tidak dapat disamakan dalam kampanyenya dengan pelaku tindak pidana umum lainnya atau caleg yang belum pernah terjerat kasus kejahatan," ujar Arfianto.

ICW Ungkap Daftar Caleg Koruptor Pemilu 2024

Sebelumnya Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti daftar calon sementara (DCS) bakal calon anggota DPR RI Pemilu 2024 yang dirilis KPU. ICW mencatat setidaknya terdapat 12 nama mantan koruptor dalam DCS bakal caleg, baik tingkat DPR RI maupun DPD RI yang dipublikasikan pada 19 Agustus 2023.

Ada 7 bacaleg DPR yang berstatus mantan terpidana korupsi. Salah duanya merupakan dari PDIP. Selain Rokhmin, ada Al Amin Nasution yang merupakan bacaleg DPR PDIP Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah VII.

Lalu, ada tiga dari Partai NasDem, yaitu Abdillah dari Dapil Sumatera Utara I, Abdullah Puteh dari Dapil Aceh II, dan Rahudman Harahap dari Dapil Sumatera Utara I. Kemudian, satu dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yaitu Susno Duadji Dapil Sumatera Selatan II. Terakhir, satu dari Partai Golkar, yaitu Nurdin Halid Dapil Sulawesi Selatan II.

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menilai apabila KPU tidak mengumumkan nama bakal caleg yang berstatus mantan koruptor, maka kondisi ini akan menambah rentetan kontroversi sejak awal penyelenggaraan tahapan pemilu. Ia menilai KPU terkesan menutupi karena tidak kunjung mengumumkan status hukum mereka.