Mendagri Tito Kaji Opsi Pilkada Serentak Maju jadi September 2024

ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (tengah) bersama Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo (kiri) dan Staf Ahli Bidang Sosial Kemenkumham Min Usihen (kanan) mengikuti Raker tingkat I antara Mendagri dan Menkumham dengan Komisi II DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/3/2023).
Penulis: Ira Guslina Sufa
6/9/2023, 10.59 WIB

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan tengah mengkaji wacana memajukan jadwal Pilkada 2024 dari November menjadi September. Mendagri menjelaskan usulan itu terus dibahas bersama sejumlah lembaga termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU). 

"Kami tahu kalau ada ronde kedua pilpres itu bulan Juni, sehingga tahapan bisa berlangsung dan September pemungutan suara," ujar Tito seperti dikutip Rabu (6/9). 

Menurut Tito secara prinsip Kemendagri tidak mempersoalkan usulan tersebut. Menurut dia selama ada alasan rasional yang membuat Pilkada harus dimajukan maka KPU dapat saja melaksanakan. Sebelumnya KPU telah menetapkan pilkada serentak bakal berlangsung pada 27 November 2024. 

"Kami lihat itu cukup rasional sepanjang KPU siap untuk mengerjakan mereka merasa mampu, why not di bulan September? Dan kemudian akhir Desember selesai,” ujar Tito. 

Lebih jauh ia menjelaskan, bila pilkada serentak dimajukan makan akan memudahkan Kemendagri untuk melaksanakan pelantikan secara serentak. Dengan begitu Kemendagri tidak perlu menunjuk pejabat gubernur sementara bagi kepala daerah yang habis masa jabatan pada 31 Desember 2024. 

“Ketika 31 Desember seluruh kepala daerah hasil Pilkada 2020 mereka selesai, maka 1 Januari sudah diisi pejabat definitif hasil Pilkada 2024," ujar Tito.

Tito menjelaskan filosofi dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada adalah pelaksanaan pilkada serentak di 552 daerah yang terdiri dari 38 provinsi, 98 kota, dan  416 kabupaten. Pelaksanaan pilkada serentak nantinya akan berlaku sama dengan pemilihan presiden dan wakil presiden, dan (pemilihan anggota) legislatif agar terjadi kesamaan masa jabatan. 

Menurut dia, apabila ada kesamaan masa jabatan dari Pemerintah pusat hingga daerah, maka penyusunan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) lima tahunan akan sinkron. Hal itu menurut dia untuk memastikan kesinambungan pembangunan secara nasional. 

Tito mencontohkan ketidaksinambungan misalnya terjadi pada pemerintahan Jokowi antara rencana pembangunan pemerintah pusat dan daerah. Ia menyebut ada contoh pembangunan dermaga tetapi tidak didukung dengan pembangunan jalan oleh pemerintah daerah. 

Selain itu, mantan kapolri itu menyinggung Pasal 201 ayat (7) UU Pilkada yang menyebutkan bahwa masa jabatan hasil Pilkada 2020 akan berakhir di tahun 2024. Hal itu berarti pada tanggal 31 Desember 2024, hasil Pilkada 2020 harus harus diisi oleh pejabat terlebih dahulu.

Karena itu menurut Tito memajukan jadwal Pilkada akan memberi kepastian tidak ada kekosongan jabatan gubernur. Selain itu pelaksanaan pilkada yang dimajukan akan membuat persiapan pilkada menjadi lebih cermat dan tidak tergesa-gesa untuk memastikan pada 31 Desember semua proses sudah selesai. 

Di sisi lain Tito menjelaskan, bila Pilkada 2024 tetap digelar pada bulan November, maka pelantikan kepala daerah hasil pemilihan itu tidak akan serentak. Padahal, kata Tito, tujuan dari pilkada serentak adalah pelantikan kepala daerah dilakukan secara serentak pula.

Waktu Pilkada Serentak yang Tepat 

Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin mengatakan jika waktu Pilkada dimajukan dari November 2024, maka waktunya jangan terlalu jauh dengan pelaksanaan Pemilihan Presiden-Wakil Presiden pada Februari 2024. Meski demikian, Ma'ruf menegaskan pemajuan waktu Pilkada 2024 hingga saat ini baru sebatas usulan. 

Menurut Ma’tuf realisasi pemajuan waktu Pilkada akan sangat tergantung dengan urgensi serta dampaknya. Ia menyebut bila terdapat urgensi pemajuan Pilkada yang dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, Ma'ruf menyebut kenapa tidak agar hal itu terjadi.

"Kita akan lihat kalau alasannya masuk akal ya saya kira untuk kebaikan saja. Kalau tidak, itu tentu akan kembali ke waktu yang lama," kata Ma'ruf.

Wacana perubahan jadwal Pilkada Serentak 2024 dalam beberapa waktu terakhir mengemuka karena terdapat anggapan pemungutan suara pada bulan November dinilai tidak sesuai dengan desain awal keserentakan pilkada. Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin menilai perlu dilakukan kajian lebih mendalam soal usulan perubahan jadwal agar tidak menimbulkan kegaduhan.

Reporter: Antara