Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengingatkan seluruh peserta pemilu untuk menjaga integritas. Ia mengatakan pesta demokrasi merupakan kesempatan untuk adu gagasan.
"PPATK ingin pemilu ke depan itu pemilih menentukan pimpinan dengan adu gagasan, visi, dan misi; bukan adu kekuatan uang, apalagi yang berasal dari sumber-sumber ilegal," kata Ivan usai penandatanganan nota kesepahaman dengan Komisi Pemilihan Umum, Kementerian Pemuda dan Olahraga,, serta Kementerian Agama di Jakarta, Jumat (15/9).
Selain itu Ivan menegaskan bahwa PPATK siap mendukung dan membantu KPU dalam menyukseskan Pemilu Serentak 2024. Salah satu fokus PPATK menurut Ivan adalah menghindari peredaran dana ilegal dalam pembiayaan kontestasi politik.
"PPATK siap mendukung dan membantu KPU terkait dengan bagaimana menghindari adanya dana-dana yang berasal dari kegiatan ilegal untuk digunakan untuk pembiayaan kontestasi politik ini," kata Ivan.
Dalam hal pengawasan dana kampanye, Ivan mengatakan PPATK juga melakukan kajian khusus terkait batasan penyumbang dalam pendanaan kampanye politik. Dalam pelaksanaan tugas PPATK akan bertukar informasi dengan KPU.
“Kami siap mendukung pemilu ini agar menjadi pemilu yang bersih ke depan," kata Ivan.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menjelaskan KPU telah mewajibkan para peserta pemilu untuk melaporkan dana kampanye. Aturan mengenai penggunaan dana kampanye diatur dengan rinci mulai dari penerimaan, penggunaan hingga pelaporan. KPU merasa perlu bekerja sama dengan PPATK untuk menangani transaksi keuangan dan pelaporan dana kampanye tersebut.
"Untuk itu, disiapkan ada rekening khusus dana kampanye. Pasti modelnya bankable atau transferable melalui bank dan ada lembaga yang khusus menangani transaksi keuangan, yaitu PPATK," ujar Hasyim.
Sebelumnya KPU telah menerbitkan aturan baru terkait pelaporan dana kampanye pemilu melalui Peraturan KPU atau PKPU Nomor 18 tahun 2023 tentang Dana Kampanye. Hasyim menjelaskan PKPU dana kampanye akan mengatur secara rinci bagaimana pelaporan dana masuk dari partai politik. KPU bisa melihat berapa dana yang dikirim oleh partai untuk masuk ke rekening dana kampanye.
Selanjutnya bila dana kampanye berasal dari sumbangan pihak di luar partai seperti perseorangan dan perusahaan maka ada batasan yang ditetapkan. Karena itu menurut dia baik KPU maupun masyarakat perlu memperhatikan dengan cermat pencatatan dana kampanye.
“Harus berhati-hati untuk membedakan antara sumber dana kampanye dan sumbangan,” ujar Hasyim.
Untuk dana sumbangan kampanye yang berasal dari perseorangan dan perusahaan memiliki batasan. Merujuk pasal 8 tentang dana kampanye calon presiden dan wakil presiden serta pasal 34 mengenai dana kampanye legislatif batas sumbangan untuk perseorangan adalah Rp 2,5 miliar.
Adapun sumbangan yang berasal dari perusahaan dapat memberi sumbangan dengan batasan maksimal Rp 25 miliar. Meski begitu aturan selanjutnya menyebut besaran sumbangan dari perseorangan atau perusahaan bersifat kumulatif untuk setiap penyumbang selama penyelenggaraan kampanye.
Sedangkan untuk calon DPD terdapat batasan yang lebih rendah. Merujuk pasal 57 calon DPD hanya bisa menerima maksimal Rp 750 juta dari perseorangan dan maksimal Rp 1,5 miliar dari sumbangan perusahaan. Sumbangan dari perseorangan dan perseroan bersifat kumulatif.