Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menekankan pentingnya kolaborasi dan kerja cepat dalam transformasi kesehatan di Indonesia menjelang puncak tahun bonus demografi di 2030 nanti. Hal ini penting agar Indonesia bisa keluar dari jebakan negara dengan penghasilan menengah atau middle income trap.
Hal ini ia sampaikan dalam Program Global Future Fellows 2023: “Advancing Southeast Asia’s Predictive Healthcare” atau GFF Healthcare 2023 yang dihelat oleh Pijar Foundation di Jakarta, Jumat (6/10).
Menkes mengatakan, Indonesia akan menghadapi puncak bonus demografi 7 tahun lagi yang akan menentukan kemampuan Indonesia melewati batasan dari negara berpendapatan menengah ke pendapatan tinggi.
“Jika periode ini terlewat, kita akan terus jadi negara menengah selamanya. Untuk memaksimalkan bonus demografi, kita butuh masyarakat yang pintar dan juga sehat. Karena itulah, kita harus kerja cepat dan melakukan banyak gebrakan," ucap Menteri Budi, dalam keterangan pers.
Perubahan terbesar, menurut Menkes, adalah perubahan fundamental dari arah kegiatan Kementerian, di mana menurutnya saat ini sekitar 80 persen waktu dan anggaran diarahkan untuk mengobati yang sakit, bukan mengupayakan masyarakat yang sehat.
Padahal, menjadikan masyarakat yang sehat harusnya jadi fokus utama karena lebih efektif dan lebih murah untuk kesejahteraan jangka panjang.
“Pendekatan ini yang sedang kami ubah. Salah satunya melalui transformasi digital. Pemerintah saat ini sedang mendorong rumah sakit dan fasilitas kesehatan (faskes) daerah untuk melakukan standarisasi dan digitalisasi rekam medis dan database hingga akhir tahun ini," ucapnya.
Lebih lanjut, dijelaskan Budi, data yang terpusat dan dapat diakses dengan mudah akan mengubah wajah kesehatan Indonesia: pasien akan punya rekam jejak personal yang reliabel dan portabel, dan secara makro bisa menggunakannya untuk prediksi penyakit dan pengobatan ke depannya.
"Data seperti ini akan mendorong transparansi dan pemerataan harga layanan kesehatan," tuturnya.
Untuk melakukan ini semua, Menkes menekankan pentingnya kolaborasi multisektor dan multipihak, seperti saat dulu berbagai lapisan masyarakat gotong-royong mempercepat proses vaksinasi nasional.
Sementara itu, Direktur Kebijakan Publik Pijar Foundation, Cazadira F. Tamzil, mengatakan bahwa belajar dari pandemi Covid-19, saat ini masalah kesehatan tak hanya fokus satu negara, melainkan lintas negara.
Terlebih setelah Indonesia menjabat sebagai ketua ASEAN pada tahun 2023, kesehatan juga diangkat sebagai isu kritis untuk masa depan. Seperti juga yang ditekankan dalam Oleh ASEAN Leaders’ Declaration on One Health Initiative.
Karena itu, menurut Cazadira, saatnya bagi kita untuk mengubah sistem kesehatan yang bersifat introspektif, kuratif, dan reaktif menjadi pendekatan yang lebih kolaboratif, prediktif, dan efektif secara regional.
“Meskipun tidak ada sistem perawatan kesehatan nasional yang sama, pandemi membuat negara-negara semakin menyadari bahwa tantangan kesehatan sangat kompleks dan memerlukan solusi inovatif dan kolaboratif melibatkan sektor publik, swasta, dan masyarakat," ungkapnya.
Untuk mendukung pemeriksaan kesehatan berbasis analisis prediktif dan pelayanan kesehatan preventif di ASEAN, GFF Healthcare 2023 memberikan sejumlah rekomendasi. Salah satunya adalah mengembangkan ekosistem riset dalam teknologi kesehatan berbasis AI dan mempermudah proses integrasi data lintas negara. Solusi ini menjadi dasar untuk mempercepat transformasi sistem kesehatan di Asia Tenggara.