Mentan Amran: Swasembada Beras Semudah Membalikkan Telapak Tangan

ANTARA FOTO/Irfan Anshori
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman (Dua Kiri) menilai swasembada beras bukan hal yang sulit dicapai Indonesia.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
25/10/2023, 14.29 WIB

Menteri Pertanian Amran Sulaiman akan fokus menggenjot produksi beras di masa kepemimpinannya. Ia optimistis Indonesia dapat kembali mencapai swasembada beras seperti saat dirinya menjabat sebagai Menteri Pertanian pada periode 2014-2019. 

Ia menilai, pencapaian status swasembada beras mudah dicapai dengan tim di Kementerian Pertanian yang ada saat ini. Meski demikian,  Amran enggan menjadikan status swasembada beras sebagai target kerjanya.  

"Dulu swasembada beras karena teman-teman semua. Saya hanya bagian kecil. Pak Dirjen, Wamen, Direktur ini hebat-hebat. Ini mudah, semudah membalikkan telapak tangan," kata Amran di Gedung A Kementerian Pertanian, Rabu (25/10).

Ia meyakini, Indonesia sebenarnya berpeluang tidak mengimpor beras hingga 3,5 juta ton seperti yang ditargetkan tahun ini. Impor beras pada tahun lalu mencapai 1,1 juta ton. 

Selain padi, Amran menilai komoditas pertanian lain yang penting adalah jagung. Badan Pangan Nasional mendata realisasi kuota impor jagung sepanjang tahun ini mencapai 981.975 ton.

Ia mengklaim beberapa komoditas pertanian sebenarnya berhasil mencapai status swasembada selama empat tahun berturut-turut sejak 2017. Komoditas yang dimaksud adalah beras, jagung, dan bawang merah.

Perum Bulog mengumumkan hampir seluruh provinsi telah menerima beras impor pada tahun ini. Satu-satunya provinsi yang masih mandiri atau swasembada beras adalah Nusa Tenggara Barat.

Direktur Utama Bulog Budi Waseso atau Buwas mengatakan, NTB merupakan salah satu daerah produsen beras. Provinsi tersebut tidak mendapatkan beras dari luar wilayahnya, termasuk beras impor.

"Saya bersyukur bahwa NTB tidak kemasukan beras dari luar wilayahnya apalagi impor. Satu-satunya wilayah di Indonesia yang tidak kemasukan beras impor, hanya NTB," kata Budi di kantornya, Rabu (18/10).

Badan Pusat Statistik memproyeksikan, produksi beras di NTB mencapai 1,54 juta ton pada tahun ini, naik 6,46% dibandingkan tahun lalu 1,45 juta ton.

Buwas menilai, produksi beras domestik dalam kondisi miris pada tahun ini. Hal tersebut ditunjukkan dari masuknya beras impor ke Sulawesi Selatan yang selama ini menjadi barometer produksi beras di dalam negeri. Sulawesi Selatan selama ini merupakan daerah yang memasok kebutuhan daerah lain di penjuru negeri.

Buwas menegaskan, masuknya beras impor ke kawasan Angin Mamiri disebabkan oleh defisitnya neraca beras di sekitar provinsi tersebut. Menurutnya, pemenuhan beras di provinsi sekitarnya membuat neraca beras Sulawesi Selatan defisit.

Ia enceritakan beras impor mulai masuk ke Sulawesi Selatan pada Agustus 2024 sebanyak 5.000 ton. Namun, angka tersebut terus naik menjadi 70.000 ton hingga bulan ini.

Buwas , beras impor tersebut ditujukan untuk memenuhi program bantuan pangan dan stabilisasi pasokan dan harga pangan. Oleh karena itu, Buwas mengimbau warga Sulawesi Selatan untuk tidak panik karena kebutuhan beras sudah terpenuhi.

"Enggak usah dipersoalkan berasnya dari mana, walaupun sebenarnya tidak boleh masuk sebutir beras pun ke sana untuk menjaga harga diri. Bagaimana kita bisa mempertahankan status Sulawesi Selatan sebagai lumbung padi?" ujar Buwas.







Reporter: Andi M. Arief