KPK Geledah Ruang Kerja Anggota BPK Pius Lustrilanang Usut OTT Korupsi

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Pius Lustrilanang di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (2/9/2019).
Penulis: Ira Guslina Sufa
15/11/2023, 15.31 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah ruang kerja Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) VI Pius Lustrilanang. Penggeledahan dilakukan sebagai pengembangan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Pj. Bupati Sorong Yan Piet Mosso.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri membenarkan adanya penggeledahan di ruangan Pius. Meski begitu ia belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut karena proses penggeledahan tersebut masih berlangsung.

Penyidik KPK pada Selasa (14/11) menahan dan menetapkan enam orang sebagai tersangka. Para tersangka diduga terlibat dalam perkara dugaan korupsi suap pengkondisian temuan pemeriksaan keuangan di Pemerintah Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya.

Enam tersangka tersebut ialah Penjabat Bupati Sorong Yan Piet Mosso (YPM), Kepala BPKAD Kabupaten Sorong Efer Segidifat (ES), Staf BPKAD Kabupaten Sorong Maniel Syatfle (MS), Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua Barat Patrice Lumumba Sihombing (PLS), Kasubaud BPK Provinsi Papua Barat Abu Hanifa (AB), dan Ketua Tim Pemeriksa David Patasaung (DP).

Konstruksi perkara dugaan korupsi tersebut berawal saat BPK hendak melakukan pemeriksaan laporan keuangan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya. Sebagai tindak lanjut, salah satu pimpinan BPK menerbitkan surat tugas untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) yang lingkup pemeriksaannya di luar keuangan dan pemeriksaan kinerja.

Dalam surat tugas tersebut, komposisi personelnya yaitu Patrice Lumumba selaku penanggung jawab, Abu Hanifa selaku pengendali teknis, dan David selaku ketua tim. Mereka ditunjuk melakukan pemeriksaan kepatuhan atas belanja daerah tahun anggaran 2022 dan 2023 pada Pemerintah Kabupaten Sorong dan instansi terkait lainnya, termasuk Provinsi Papua Barat Daya.

Dari hasil temuan pemeriksaan PDTT di Provinsi Papua Barat Daya, khususnya di Kabupaten Sorong, diperoleh beberapa laporan keuangan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Atas temuan dimaksud, sekitar bulan Agustus 2023, mulai terjalin rangkaian komunikasi antara Efer dan Maniel sebagai representasi dari Yan Piet, dengan Anu dan David yang juga sebagai representasi dari Patrice.

Dalam komunikasi tersebut, direncanakan pemberian sejumlah uang agar temuan dari tim pemeriksa BPK menjadi tidak ada. Penyerahan uang dilakukan secara bertahap dengan lokasi yang berpindah-pindah, di antaranya di hotel yang ada di Sorong.

Secara bergantian, Efer dan Maniel menyerahkan uang pada Abu dan David. Setiap penyerahan uang pada Abu dan David selalu dilaporkan Eter dan Manies pada pada Yan Piet. Begitu pun dengan Abu dan David juga melaporkan sekaligus menyerahkan uang tersebut pada Patrice.

Istilah yang disepakati dan dipahami untuk penyerahan uang tersebut yaitu "titipan". Sebagai bukti permulaan awal, uang yang diserahkan Yan Piet melalui Efer dan Maniel kepada Patrice, Abu dan David sekitar Rp 940 juta dan sebuah jam tangan merek Rolex.

Sedangkan, penerimaan Patrice bersama-sama dengan Abu dan David yang juga sebagai bukti permulaan awal sejumlah sekitar Rp 1,8 Miliar. Besaran uang yang diberikan maupun yang diterima para tersangka masih terus didalami oleh tim penyidik dan dikembangkan dalam penyidikan.

Tersangka Yan Piet, Efe dan Maniel sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kemudian, tersangka Patrice, Abu dan David sebagai pihak penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Reporter: Antara