Wakil ketua umum (Waketum) Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid tidak sepakat dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). PKS sebelumnya mengumumkan bakal menggagalkan pemindahan ibu kota negara bila menang Pemilu 2024.
“Kemarin sudah saya sampaikan, PKB melihat posisi etik saja. Kalau masyarakat lagi sulit, lagi miskin, tidak pantas kita buat istana,” kata wakil ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa Jazilul Fawaid di Lippo Kuningan, Jakarta, Senin (27/11).
Jazilul menjelaskan posisi PKS terkait Undang-undang IKN sudah jelas menolak. Ia setuju soal pemindahan ibu kota, namun secara etis hal ini tidak benar karena masyarakat sedang sulit. “Ya, itu sikap PKS dari awal, kita hormati,” katanya.
Pasangan calon presiden nomor urut satu yang diusung PKS, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, juga berbeda pendapat. Anies menyatakan Indonesia butuh pemerataan pembangunan. Untuk itu, pembangunan harus dilakukan di banyak titik, bukan hanya satu titik.
“Karena kita menginginkan agar kesetaraan kesempatan itu muncul. Jangan sampai kita membangun hanya di satu lokasi yang justru menimbulkan ketimpangan baru,” kata Anies Baswedan di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Minggu (26/11).
Anies menjelaskan pengembangan ini masuk dalam visi AMIN. Mereka memiliki program mendorong desa menjadi maju, kota kecil menjadi menengah, dan menengah menjadi besar. Lebih lanjut, ia juga menyinggung pemerataan alokasi untuk daerah.
“Alokasi anggaran yang biasa disiapkan hanya untuk satu tempat, kita berpandangan memang perlu dikerjakan untuk banyak tempat,” katanya.
Di kesempatan berbeda, calon wakil presiden Muhaimin Iskandar tidak memberi jawaban tegas atas gagasan PKS. Menurutnya hal ini adalah otoritas partai masing-masing.
“Mari kita beri kesempatan semua berpikir, tapi intinya dinamika biasa,” kata Cak Imin di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin (27/11).
Sebelumnya Presiden PKS Ahmad Syaikhu menyatakan bila mereka menang Pemilu 2024, maka ibu kota bakal tetap di Jakarta. Selain aspirasi dari akademisi dan suara publik, PKS memandang tiga alasan yang menjadikan Jakarta tetap Ibu Kota Negara, yakni dari sudut pandang historis, pembangunan, dan keberlanjutan.
“Pemerataan pembangunan bukan dilakukan dengan memindahkan Ibu Kota, tetapi dengan membangun pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru berdasarkan keunggulan daya saing masing-masing wilayah,” kata Syaikhu di Depok, Jawa Barat, Minggu (26/11).