Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita 1 unit rumah mewah milik mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) di Jakarta Selatan, Kamis (1/2). Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan penyitaan dilakukan sebagai upaya KPK untuk mendorong asset recovery dari hasil korupsi.
"Kemarin tim penyidik telah selesai melakukan penyitaan 1 unit rumah yang diduga milik tersangka Syahrul Yasin Limpo yang berada di wilayah Jakarta Selatan," kata Ali seperti dikutip Jumat (2/2).
Ali menerangkan tim penyidik juga memasang plang segel pada aset yang disita agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Menurut Ali, KPK saat ini masih terus melakukan penyidikan aset lain yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi.
"Masih terus dilakukan penelusuran aset-aset bernilai ekonomis lainnya dengan melibatkan peran aktif dari Tim Aset Tracing dari Direktorat Pelacakan Aset Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi KPK," ujar Ali.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan dan menahan Syahrul Limpo sebagai tersangka sejak Jumat (13/10) tahun lalu. KPK menahan Syahrul bersama dengan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta dalam kasus dugaan korupsi di Kementan. Kedua tersangka menyusul Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono yang telah lebih dahulu pada Rabu (11/10).
Perkara dugaan korupsi di Kementan bermula saat Syahrul menjabat sebagai Menteri Pertanian periode 2019—2024. Dengan jabatannya tersebut, politikus Partai Nasional Demokrat itu lantas membuat kebijakan personal, di antaranya melakukan pungutan hingga menerima setoran dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, termasuk keluarga intinya.
Kebijakan Syahrul untuk memungut hingga menerima setoran tersebut berlangsung mulai 2020 hingga 2023. Ia menginstruksikan dengan menugasi Kasdi dan M Hatta menarik sejumlah uang dari unit eselon I dan II. Penarikan itu dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.
Atas arahan Syahrul, tersangka Kasdi dan M Hatta memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, yakni para direktur jenderal, kepala badan, hingga sekretaris masing-masing eselon I dengan besaran nilai bervariasi. KPK menyebut terdapat bentuk paksaan dari Syahrul terhadap ASN di Kementan, seperti dengan dimutasi ke unit kerja lain hingga mendisfungsionalkan status jabatannya.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Untuk tersangka SYL, juga disangkakan melanggar Pasal 3 dan/atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Dalam sejumlah kesempatan Syahrul membantah telah melakukan dugaan korupsi seperti disangkakan KPK. Ia menyebut akan mengikuti proses hukum dan berharap KPK bisa bersikap profesional dalam menangani perkara yang menyeret namanya.