Gerakan Masyarakat Jaga Pemilu mendapati temuan tren meningkatnya peran aparatur sipil negara (ASN) sebagai pihak yang paling sering melakukan kecurangan pemilu 2024. Temuan itu menyebabkan adanya pergeseran terduga pelaku kecurangan pemilu sebelumnya yang didominasi oleh para calon legislatif (caleg).
Ketua Bawaslu tahun 2017-2022 yang juga menjadi salah satu deklarator Jaga Pemilu, Abhan, menyampaikan bahwa temuan pelanggaran netralitas ASN pada Pemilu 2019 tidak cenderung minim.
"Ada pergeseran bahwa dugaan pelanggaran netralitas ASN itu tinggi. Artinya, ada dugaan mobilisasi biroktasi untuk kepentingan politik praktis," kata Abhan saat menjadi pembicara diskusi bertajuk 'Rekap Temuan Pelanggaran Pemilu 2024' di Gedung Permata Kuningan, Jakarta, pada Senin (12/2).
Dia mengatakan bahwa terduga pelaku kecurangan pemilu di ASN tersebar di segala tingkat jabatan. Di antaranya pejabat tingkat desa, perangkat kelurahan, kepala dinas hingga camat. "Saya kira variatif ya, tentu ada di daerah-daerah," ujar Abhan.
Jaga Pemilu merilis temuan terkait praktik Pelanggaran Pemilu 2024. Temuan tersebut mengacu pada dua sumber data internal Jaga Pemilu. Mekanisme pertama adalah pemantauan dari laporan yang dikirimkan oleh masyarakat ke dalam portal JagaPemilu.com.
Jaga Pemilu juga punya kemampuan untuk melacak dan mengawasi jalannya pemilu secara mandiri lewat bantuan mesin pencari JagaPemilu.com. Lewat mesin tersebut, relawan dapat memantau pergerakan dugaan kampanye melalui analisis yang dihimpun dari aktivitas media sosial.
Sekretaris Perkumpulan Jaga Pemilu, Luky Djani menguraikan bahwa pihaknya menerima 150 pelaporan yang dikirimkan oleh masyarakat ke dalam portal JagaPemilu.com. Adapun data melalui mesin pencari berhasil menjaring 150 ribu konten dugaan pelanggaran pemilu dari media sosial dan berita media daring.
Periode penarikan data dan pemerimaan laporan dari masyarakat berlangsung semala 75 hari, mengacu pada masa kampanye yang dilaksanakan pada sejak 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024.
Merujuk pada temuan tersebut, Luky mengatakan ada 44% dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu. Pihaknya juga mendapati adanya 13% dugaan pelanggaran administrasi pemilu dan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu. Adapun terdapat 33% dugaan pelanggaran hukum lainnya.
Adapun isu dugaan pelanggaran pemilu didominasi oleh isu netralitas aparat penegak hukum (APH) dan aparatur sipil negara (ASN) sebesar 39%. Sementara dugaan kecuraan lainnya seperti politik uang berada di urutan kedua dengan 20%. Praktik manipulasi kampanye yang terjaring oleh Jaga Pemilu juga mendapati adanya operasi intimidasi kampanye dan pelanggaran administrasi.
"Bentuk-bentuk pelanggaran dan kecurangan dalam beberapa kasus yang kami temukan telah kami sampaikan ke Bawaslu untuk ditindaklanjuti," kata Luky.
Lebih lanjut, Jaga Pemilu melaporkan bahwa pihak yang diduga sebagai pelaku pelanggaran pemilu 2024 paling banyak dilakukan oleh ASN sebesar 39%. Posisi urutan dua diisi oleh para calon legislatif sejumlah 29%.
Temuan kecurangan lain juga dilakukan oleh kepala daerah, partai politik, penyelenggaran pemilu, Kementerian Pertahanan hingga presiden. "Aktor yang diduga melakukan pelanggaran atau melakukan kecurangan itu didominasi oleh ASN," ujar Luky.
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) melaporkan temuan 183 ASN terbukti melakukan praktik pelanggaran netralitas menjelang pemilihan umum atau Pemilu 2024. Dari jumlah tersebut, sebanyak 97 ASN telah mendapatkan sanksi dari pejabat pembina kepegawaian (PPK).
Wakil Ketua KASN, Tasdik Kinanto mengatakan bahwa temuan tersebut berawal dari adanya 403 laporan terkait dugaan pelanggaran netralitas ASN. "Pemilu semakin dekat. Pelanggaran netralitas sepertinya makin marak dan terbuka," kata Tasdik dalam webinar yang disiarkan oleh kanal Youtube KASN RI pada Selasa (6/2).
Dia menyampaikan, ada sejumlah fakta-fakta pelanggaran yang berpotensi merusak netralitas ASN. Beberapa di antaranya penggunaan sumber daya birokrasi, rekayasa regulasi dan mobilisasi sumber daya manuasia (SDM).
Selain itu, kemungkinan pelanggaran netralitas ASN kian terbuka lewat praktik-praktik seperti alokasi dukungan anggaran, bantuan program dan penggunaan fasilitas sarana dan prasana untuk mendukung sekaligus memberikan keberpihakan kepada salah satu pasangan calon (paslon) tertentu. "Kondisi ini sangat mungkin dimanfaatkan sebagai sumberdaya birokrasi di lembaganya masing-masing," ujar Tasdik.