Putusan MK: Jokowi Tak Lakukan Nepotisme Dukung Gibran di Pilpres 2024

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww.
Presiden Joko Widodo menyapa sejumlah pejabat lembaga tinggi negara saat acara buka bersama di Istana Negara, Jakarta, Kamis (28/3/2024).
22/4/2024, 11.52 WIB

Mahkamah Konstitusi menolak dalil adanya nepotisme yang dilakukan Presiden Jokowi untuk putranya, Gibran Rakabuming Raka di pemilihan presiden 2024. Menurut MK, ada perbedaan definisi nepotisme yang didalilkan pihak pemohon dengan yang dibuat Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku pihak terkait.

Hakim Konstitusi Daniel Yusmic Pancastaki Foekh dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) mengatakan menurut pihak terkait hal yang dimaksud nepotisme adalah jika pejabat mengangkat anak/saudaranya (appointed). Sedangkan jika sang anak dipilih rakyat (elected) maka hal demikian tidak termasuk nepotisme.

“Larangan ini tidak boleh dimaknai anak pejabat tidak boleh berkarir,” kata Daniel Yusmic Pancastaki Foekh dalam sidang pembacaan putusan PHPU di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (22/4).

Mahkamah juga menyatakan tidak memperoleh keyakinan atas kebenaran dalil soal nepotisme dilakukan Jokowi lantaran tidak ada penguraian lebih lanjut oleh pemohon. Menurut MK, jabatan wakil presiden yang diperoleh Gibran Rakabuming Raka bukan jabatan yang ditunjuk langsung, namun melalui pemilihan. Mereka menyebut, larangan nepotisme adalah jabatan yang dilakukan dengan ditunjuk langsung.

“Artinya, jabatan yang diisi melalui pemilihan umum tidak dapat dikualifikasi sebagai bentuk nepotisme,” ujar Daniel.

Ia juga menjelaskan MK sudah menghapus ketentuan yang melarang calon kepala daerah punya konflik kepentingan dengan petahana. Ketentuan yang dimaksud adalah pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (UU Pemilukada).

“Meskipun putusan tersebut terkait dengan pengisian pencalonan kepala daerah, namun dengan telah dipersamakan antara rezim pemilihan kepala daerah dengan pemilihan umum oleh Mahkamah, relevan untuk dijadikan substansi dalam menjawab dalil pemohon a quo,” kata Daniel lagi. 

Sebelumnya, pihak pemohon mencatut tindakan Jokowi melanggar tiga peraturan. Pertama, Ketetapan MPR No XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Kedua, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (UU 28/1999). Ketiga, Pasal 282 UU Pemilu.

 “Berdasarkan uraian pertimbangan hukum, Mahkamah berpendapat dalil Pemohon mengenai pelanggaran atas Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998, UU 28/1999, dan Pasal 282 UU Pemilu adalah tidak beralasan menurut hukum,” kata Daniel.

MK menerima dua gugatan PHPU yang dilayangkan pasangan calon nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan paslon nomor urut 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Gugatan yang dilayangkan paslon Anies-Muhaimin teregistrasi dengan Nomor Perkara 1/PHPU.PRES-XXII/2024, sementara yang dilayangkan paslon Ganjar-Mahfud teregistrasi dengan Nomor Perkara 2/PHPU.PRES-XXII/2024. 

Dalam permohonannya, kedua paslon itu meminta MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang penetapan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden tahun 2024.Putusan itu meminta MK menetapkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih. 

Kedua paslon itu juga meminta agar dilakukan pemungutan suara ulang tanpa mengikutsertakan Prabowo-Gibran. Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud hadir langsung di ruang sidang MK. Adapun Prabowo - Gibran tidak hadir pada sidang pembacaan putusan. 

Reporter: Amelia Yesidora