Masyarakat Adat Hadiri HUT RI di IKN, Titip Pesan Agar Pemerintah Jaga Hutan

Katadata
Iwan Sagita, Masyarakat adat Dayak ikut menghadiri Upacara HUT RI ke-79 di IKN, Kalimantan Timur, Sabtu (17/8). Foto: M Fajar Riyandanu/Katadata
17/8/2024, 18.04 WIB

Kelompok masyarakat adat Kalimantan turut memeriahkan upacara peringatan HUT ke-79 Kemerdekaan Indonesia di Lapangan Upacara Istana Negara, Ibu Kota Nusantara atau IKN, Kalimantan Timur pada Sabtu (17/8).

Mereka hadir sejak upacara pengibaran bendera merah-putih pada pagi hari hingga prosesi penurunan bendera di sore hari. Anggota masyarakat adat Dayak Salako Kalimantan Barat, Iwan Sagita,  mendapat undangan dari pemerintah daerah. Ia bersama delapan orang suku Dayak Salako dijemput oleh kendaraan pemerintah dari Balikpapan sekira pukul 11.00 WITA.

 Iwan mengaku terlahir sebagai anak Suku Dayak Selako 40 tahun lalu. Iwan kini di menetap di Balikpapan karena tuntutan profesi sebagai guru teknik otomotif di salah satu Sekolah Menegah Kejuruan (SMK) Swasta di kota tersebut.

Dia mengaku senang pemerintah turut mengundang perwakilan masyakat adat Kalimantan untuk hadir di upacara kemerdekaan di IKN. Dia berharap, pembangunan IKN turut berdampak positif bagi pemerataan pembangunan di sekitar wilayah ibu kota baru.

“Bagaimana juga nanti kearifan lokal itu bisa dilestarikan dan bersinergi dengan masyarakat adat,” kata Iwan saat ditemui di lokasi, Sabtu (17/8).

Upacara HUT ke-79 RI di IKN (ANTARA FOTO/Fauzan/wpa.)

 Pria berusia 40 tahun itu meminta agar pemerintah serius menerapkan komitmen pembangunan IKN yang mengusung skema hutan kota atau forest city. Iwan juga berharap pembangunan bandar baru tidak menyasar pada area hutan masyarakat nantinya.

“Adanya pembangunan seperti ini kan harus ada hutan yang dikorbankan, harus ada yang dibabat. Untuk saat ini mungkin sebagian ini saja, tidak tahu ke depannya seperti apa,” ujar Iwan.

Pada kesempatan tersebut, Iwan berkenan untuk menguraikan beragam atribut yang tertempel di tubuhnya. Tubuh bagian atasnya yang bertelanjang dada itu hanya ditutupi oleh beragam kalung hasil kerajinan dari kayu dan taring babi. Kalung kayu tersebut berbentuk manekin tubuh manusia.

Iwan menjelaskan, aksesoris adat tersebut bernama Curong.  “Patung-patung kecil ini fungsinya untuk menangkal hal-hal yang ingin mengganggu rombongan kami. Karena di sini ada roh-roh dari leluhur yang bersemanyam,” kata Iwan.

Selain Iwan, turut serta perwakilan suku Dayak Wehea asal Kutai Timur, Kalimantan Timur. Perwakilan suku Dayak Wehea, Legio Be Loang Song hadir bersama tiga orang kerabatnya. Legio juga menitip pesan kepada pemerintah agar menjaga kawasan hutan di sekitar kawasan IKN.

Dia meminta agar pemerintah hanya membuka area hutan yang berada di kawasan hutan tanam industri (HTI) tanpa menyentuh wilayah hutan rimba. “Kami mendukung adanya ibu kota di Kalimantan,” kata Legio.

Legio juga mengenakan pakaian adat suku Dayak Wehea dengan atasan kain bermotif flora dan fauna dengan ikat kepala dari kulit kayu yang dihiasi dengan bulu burung. Legio juga mengenakan aksesoris berupa gelang dan cincin yang dipercaya punya nilai spiritual.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu