Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat mengebut pembahasan Revisi Undang-Undang tentang pemilihan kepala daerah (Pilkada). Hal ini dilakukan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah pada Selasa (20/8).
Baleg diagendakan akan menggelar tiga agenda rapat pada Rabu (21/8). Pada pukul 10.00 WIB, agenda Rapat Kerja dengan Pemerintah dan DPD terkait pembahasan RUU tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang. Kemudian, rapat dilanjutkan pada pukul 13.00 WIB dengan agenda pembahasan RUU Pilkada di tingkat panitia kerja (Panja).
Lalu, pada pukul 19.00 WIB, Baleg DPR mengagendakan rapat kerja dengan pemerintah dan DPD terkait pengambilan keputusan atas hasil pembahasan RUU Pilkada. Rapat baleg ini ditenggarai untuk menganulir putusan MK soal ambang batas Pilkada.
Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivtri Susanti mengatakan rapat yang digelar Baleg bisa saja digunakan untuk memberi penafsiran berbeda atas putusan yang dibuat MK. Hal itu dilakukan untuk mengamankan tiket pilkada di sejumlah daeragh.
"Padahal saya sudah baca putusannya dan teman-teman kalau mau baca putusannya bisa di download jelasnya luar biasa putusan itu tidak bisa ditafsirkan berbeda," ujar Bivitri seperti dikutip, Rabu (21/8).
Adapun, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan keputusan terbaru yang mengatur syarat pencalonan kepala daerah di pemilihan kepala daerah. Dalam putusan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang dibacakan Selasa (20/8) MK menetapkan syarat baru dalam pengajuan calon kepala daerah.
Gugatan mengenai syarat pencalonan diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora terhadap UU Pilkada. Kedua partai meminta agar MK menyatakan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada inkonstitusional karena membatasi hak partai yang tidak memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk mengusulkan calon di Pilkada.
Mahkamah berpendapat bahwa permohonan para pemohon adalah beralasan menurut hukum untuk Sebagian," ujar hakim Enny Nurbaningsih yang membacakan putusan.
UU Pilkada sebelumnya mengatakan bahwa calon kepala daerah di provinsi maupun kabupaten dan kota harus diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik dengan suara paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah pada pemilu.
Menurut majelis MK ketentuan tersebut inkonstitusional karena pemberlakuan syarat 25% menutup ruang demokrasi. "Mahkamah berpendapat bahwa permohonan para pemohon adalah beralasan menurut hukum untuk Sebagian," ujar hakim Enny Nurbaningsih yang membacakan putusan.
MK pun menyatakan bahwa untuk bisa ikut Pilkada, maka partai politik atau gabungan partai politik bisa mengusulkan dengan syara sesuai pasal 40 ayat (1) UU Pilkada yang telah dimaknai oleh MK.