Jokowi Respons Langkah DPR Abaikan MK Soal Pilkada: Proses Konstitusional

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/app/tom.
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato keterangan pemerintah atas RUU tentang APBN Tahun aNGGARAN 2025 beserta Nota Keuangannya dalam Sidang Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I DPR Tahun Sidang 2024—2025 di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2024).
21/8/2024, 19.25 WIB

Presiden Joko Widodo (Jokowi) irit berbicara terkait dinamika revisi Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota alias UU Pilkada.

Jokowi mengatakan dirinya menghormati keputusan dari masing-masing lembaga, baik yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). 

"Itu proses konstitusional yang biasa terjadi di lembaga-lembaga negara yang kita miliki," kata Jokowi dalam siaran pers yang disiarkan oleh kanal Youtube Sekretariat Presiden pada Rabu (21/8). 

Sebelumnya, Badan Legislasi DPR menyetujui revisi UU Pilkada yang menganulir Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024. Dua poin tersebut terkait syarat pencalonan dalam pengajuan calon kepala daerah dan batas usia kepala daerah.

Revisi ini menganulir putusan MK pada 20 Agustus 2024. MK menurunkan syarat jumlah suara bagi partai politik dan gabungan partai politik yang akan mengusulkan calon di Pilkada 2024.

Dengan putusan MK, PDIP yang sebelumnya kehilangan kesempatan mengusung calon di Jakarta kembali mendapatkan peluang. Sebelumnya PDIP yang memiliki 15 kursi di DPRD tak lagi memiliki kawan untuk berkoalisi.

Dengan hitungan baru yang dibuat MK, maka partai dengan suara minimal 7,5% atau setara 618,967 suara. Adapun PDIP bisa saja mengusulkan calon karena meraih 851.174 ribu suara di Pemilu Jakarta.

Berbelok dengan putusan MK, Baleg menyepakati usulan ambang batas seperti aturan semula bagi partai yang memiliki kursi DPRD. Mereka menyepakati ambang batas 20% dari kursi DPRD atau 25% dari akumulasi suara sah pemilu sebagai syarat pencalonan kepala daerah.

Syarat baru yang diputuskan MK hanya berlaku bagi partai politik yang tak memiliki kursi di DPRD. "Rapat panja sudah selesai dan cukup efektif," demikian pernyataan Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi dalam rapat Panja Baleg di Gedung Parlemen, Jakarta, Rabu (21/8).

Baleg juga sepakat untuk menggunakan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23P/HUM/2024 sebagai landasan aturan batas usia dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota alias UU Pilkada.

Putusan MA yang disahkan pada 29 Mei 2024 itu mengatur batas minimum usia calon gubernur dan wakil gubernur berumur 30 tahun saat dilantik sebagai gubernur dan wakil gubernur terpilih pada 7 Februari 2025.

Sikap Baleg tersebut sekaligus mengabaikan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang menyebut batas usia minimal calon kepala daerah harus berusia 30 tahun saat penetapan calon yang dijadwalkan pada 22 September 2024.

Putusan MK 70/2024 belakangan menjadi perbincangan dan sorotan publik karena bersinggungan dengan rencana putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep untuk maju dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) tahun ini.

Jika merujuk pada putusan MK, Kaesang tidak dapat ikut serta dalam Pilkada karena memenuhi syarat minimal usia. Kaesang baru berusia 30 tahun pada 25 Desember 2024. Apabila merujuk pada Putusan MA 23/2024, Kaesang dapat memenuhi syarat untuk dapat berlaga di kontes Pilkada.

Pakar Hukum Kepemiluan UI Titi Anggraini mengatakan putusan MK tersebut bersifat final dan mengikat serta berlaku untuk semua pihak. Ia mengkhawatirkan, jika ini dilanjutkan, maka ada pembangkangan terhadap konstitusi. 

"Bila terus dibiarkan maka Pilkada 2024 inkonstitusional dan tidak terlegitimasi untuk dilaksanakan," kata Titi dalam pesan singkatnya kepada Katadata.co.id, Rabu (21/8).

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu