Organisasi Petani Sampaikan Masalah Agraria ke Pimpinan DPR dan 5 Menteri
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dan sejumlah organisasi petani menemui pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) beserta lima menteri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu (24/9). Mereka mengadukan sejumlah masalah struktural di bidang agraria.
Pertemuan ini digelar tepat pada peringatan Hari Tani Nasional. Sejumlah perwakilan organisasi yang menemui pimpinan DPR beserta lima menteri itu adalah Serikat Petani Pasundan (SPP), Serikat Pekerja Tani Karawang (Sepetak), Pergerakan Petani Banten (P2B), Serikat Nelayan Indonesia (SNI), dan Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI).
Pimpinan DPR yang menerima perwakilan organisasi petani itu antara lain Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Cucun Ahmad Syamsurrijal, dan Saan Mustopa. Ketua Komisi IV DPR RI Titiek Soeharto juga terlihat hadir dalam pertemuan itu.
Adapun lima menteri Kabinet Merah Putih yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) Nusron Wahid, Menteri Pariwisata, Widiyanti Putri Wardhana, Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dony Oskaria, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDTT) Yandri Susanto, serta Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari.
Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengatakan, Hari Tani Nasional menandai lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Melalui UU tersebut, negara ingin memulihkan hak atas tanah rakyat yang pada masa lalu dirampas.
“Selama 65 tahun UU Pokok Agraria masih diingkari, diabaikan, dan kalah dengan banyak undang-undang sektoral, seperti UU Kehutanan, UU Minerba, UU Cipta Kerja yang justru memunggungi petani, memunggungi nelayan, masyarakat adat dan perempuan di pedesaan,” kata Dewi.
Mendesak Dijalankannya Reforma Agraria
Dalam pertemuan itu, Dewi menyampaikan sejumlah masalah struktural agraria, salah satunya mengenai konflik agraria berkaitan dengan lahan masyarakat. Ia menyebut permasalahan agraria kerap melibatkan lintas sektoral, karena bukan hanya terkait Kementerian Kehutanan dan Kementerian ATR/BPN, melainkan juga Kementerian Pariwisata hingga Kementerian BUMN.
Dewi mengungkapkan, saat ini para petani dan nelayan mampu berdaulat dengan menciptakan lumbung pangan, tetapi tanahnya tidak kunjung diakui. Bahkan, ada juga petani dan nelayan yang kehilangan tanahnya maupun aksesnya ke laut.
"Presiden dan DPR RI harus menjalankan reforma agraria sejati sekarang juga," kata Dewi.
Dia mengatakan beberapa waktu lalu marak aksi demonstrasi yang terjadi di berbagai daerah hingga menimbulkan aksi penjarahan rumah pejabat. Namun, penjarahan tanah-tanah rakyat dan kekayaan di pedesaan justru luput dari perhatian.
"Konsesi-konsesi itu terus berdiri, bahkan puluhan tahun. Jadi ini adalah serikat-serikat tani yang sebenarnya bukan baru, karena sejak dari Orde Baru sudah menguasai tanah, sudah menjadi kampung, menjadi desa definitif, tapi tidak kunjung dimerdekakan," katanya.