Kronologis Pemberhentian Sementara Bupati Mirwan Imbas Umrah saat Bencana Aceh
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara selama tiga bulan kepada Bupati Aceh Selatan Mirwan MS. Sanksi ini diberikan karena Mirwan meninggalkan daerahnya ketika wilayah tersebut berada dalam status darurat bencana banjir dan tanah longsor.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan telah menerbitkan surat keputusan (SK) yang memberhentikan sementara Mirwan MS dari jabatan Bupati Aceh Selatan. Sanksi ini mulai berlaku sejak 9 Desember 2025 hingga 9 Maret 2026. Tito juga mengeluarkan surat keputusan yang menugaskan Wakil Bupati Aceh Selatan, Baital Mukadis, sebagai Pelaksana Tugas Bupati.
Tito menguraikan kronologi kepergian Mirwan MS Arab Saudi yang akhirnya berujung pada sanksi pemberhentian sementara.
Berikut kronologis pemberhentian sanksi untuk Mirwan:
Mirwan mengajukan izin perjalanan luar negeri untuk menjalani umrah kepada Pemerintah Provinsi Aceh pada 22 November 2025. Pada saat permohonan diajukan, Aceh Selatan masih dalam kondisi normal dan belum dilanda bencana.
Namun dua hari kemudian, 24 November, banjir dan tanah longsor mulai melanda sejumlah wilayah di Aceh Selatan. Situasi semakin memburuk hingga 30 November.
Situasi ini membuat Gubernur Aceh Muzakir Manaf menetapkan status tanggap darurat pada 27 November. Pada hari yang sama, Mirwan MS merilis surat pernyataan ketidaksanggupan menangani dampak bencana banjir dan tanah longsor yang melanda beberapa kecamatan di wilayah Aceh Selatan.
Dalam kondisi tersebut, Gubernur Aceh menolak permohonan izin Mirwan pada 28 November dengan alasan situasi daerah tidak memungkinkan seorang kepala daerah untuk bepergian ke luar negeri.
“Pak Gubernur Aceh tanggal 28 November menolak dan kemudian menyatakan tidak dapat diproses lebih lanjut karena situasi dalam keadaan bencana,” kata Tito saat menggelar konferensi pers di Kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Jakarta pada Selasa (9/12).
Tetap Pergi Meski Tak Kantongi Izin
Setelah penolakan tersebut, Mirwan yang sempat berada di Jakarta kembali ke Banda Aceh. Ia kemudian mengikuti sejumlah kegiatan penanganan bencana di daerahnya pada 30 November hingga 1 Desember.
Sehari setelahnya yakni pada 2 Desember, Mirwan bersama istrinya bertolak ke Arab Saudi untuk melaksanakan ibadah umrah. Mereka berangkat melalui Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda meski status tanggap darurat di Aceh Selatan masih berlaku. “Saya kemudian langsung menelepon kepada yang bersangkutan dan saya minta untuk segera pulang,” ujar Tito.
Tito menekankan keberangkatan Mirwan ke Arab Saudi tanpa mengantongi izin resmi. Dari hasil pemeriksaan, Mirwan pernah mengajukan izin ke Pemerintah Provinsi Aceh.
Namun, permohonan itu tidak pernah diproses lebih lanjut ke Kemendagri karena ditolak oleh Gubernur Aceh Muzakir Manaf akibat situasi bencana di daerah. “Kalau ke Kemendagri enggak ada izin sama sekali karena memang belum sampai ke Kemendagri, sudah ditolak oleh gubernur,” kata Tito.
Mirwan tercatat tiba di Banda Aceh pada 8 Desember. Tito menyayangkan keputusan Mirwan tetap pergi ke luar negeri meski izin resminya ditolak. Ketika ditanya, Mirwan berdalih ia memiliki nazar sehingga merasa perlu berangkat umrah.
Tito menegaskan alasan pribadi tersebut tidak bisa membenarkan tindakan seorang kepala daerah meninggalkan wilayahnya saat bencana. “Kalau umrah ya bisa ditunda. Membantu rakyat itu ibadah juga yang menurut saya ibadah yang utama, apalagi yang sedang dalam keadaan bencana,” ujarnya.
Dampak Bencana di Aceh Selatan
Kemendagri mencatat dampak banjir dan tanah longsor di Aceh Selatan meluas pada enam kecamatan dan 12 kampung. Bencana ini memaksa 2.174 kepala keluarga atau 5.940 jiwa mengungsi ke empat titik lokasi.
Selain itu, sejumlah fasilitas publik mengalami kerusakan berat. Terdapat tiga kantor pemerintahan, tiga tempat ibadah, serta satu bangunan sekolah yang dilaporkan rusak parah akibat terjangan banjir.
Kerusakan juga terjadi pada infrastruktur vital. Ruas jalan nasional Tapaktuan–Medan hingga kini masih terputus. Satu jembatan utama, yakni Jembatan Lhok Miera di Kampung Ladang Rimba, Kecamatan Trumon Tengah, juga belum dapat dilalui karena aksesnya terputus.
Dari sisi kerugian material, Tito menguraikan ada 750 rumah rusak berat di Kabupaten Aceh Selatan imbas bencana banjir. Bencana ini juga menyebabkan 460 hektare sawah tertimbun lumpur serta 35 hektare kebun dan 70 hektare tambak mengalami gagal panen.
“Jadi tidak cukup hanya dengan memberikan bantuan terus pergi begitu saja. Ada persoalan yang harus diselesaikan, dan itu membutuhkan kepemimpinan. Apalagi bupati yang dipilih rakyat,” kata Tito.