Salah Tata Kelola, Industri Sawit Disebut Untungkan Segelintir Orang

ANTARA FOTO/FB Anggoro
Pekerja mengangkut tandan buah segar kelapa sawit hasil panen. Yayasan Madani Berkelanjutan menyebut, bisnis industri sawit hanya menguntungkan sebagian orang.
Editor: Ekarina
11/3/2020, 17.33 WIB

Bisnis industri sawit dalam negeri disebut hanya menguntungkan segelintir orang. Pemerintah dinilai salah mengelola kebijakan bisnis tersebut sehingga pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan hanya para unit usaha, pebisnis dan tuan tanah yang memiliki lebih dari delapan hektare kebun sawit.

Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan Teguh Surya mengatakan, nilai devisa yang disumbangkan bisnis ini mencapai Rp 289 triliun per tahun. Namun demikian, petani dan rakyat kecil masih belum mendapatkan kesejahteraan dari bisnis ini.

"Angka kemiskinan dilihat kemampuan daya belinya, dari 10 provinsi yang memiliki lahan sawit terluas hanya tiga provinsi yang memiliki tingkat daya beli tinggi. Itu juga ada komoditas lain seperti karet dan kelapa," kata Teguh di Jakarta, Rabu (11/3).

(Baca: Merusak Lingkungan, Luhut Larang Perluasan Lahan Kelapa Sawit di Papua)

Dia pun memaparkan, berbagai permasalahan yang kompleks dihadapi pada sektor perkebunan sawit ini mulai dari masalah legalitas lahan hingga minimnya produktivitas petani.

Berdasarkan hasil riset lembaganya, 90% petani sawit di seluruh Indonesia menanam benih tanpa ada pendampingan atau dilakulan secara otodidak. Sehingga produksi sawit pun menjadi tak maksimal.

Tak hanya itu, sebanyak 79% petani masih belum memiliki sertifikat tanah dan 54% petani juga belum menggunakan bibit yang bersertifikat dari pemerintah. Adapun, 71% petani tidak memiliki kelembagaan resmi.

Hal ini diperburuk dengan banyaknya tengkulak yang menekan harga Tandan Buah Sawit (TBS) sangat rendah. "Sebanyak 73% petani menjual TBS ke tengkulak yang membuat harga sangat murah karena tengkulak akan menekan harga serendah-rendahnya," kata dia.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, pada 2019 luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia diperkirakan telah menjadi 14,68 juta hektare, atau bertambah hampir 50 kali lipat.

(Baca: Konversi Lahan Sawit Meluas ke Jawa Dikhawatirkan Picu Bencana Banjir)

Sedangkan bila mengacu pada data hasil rekonsiliasi perhitungan luas tutupan kelapa sawit nasional pada 2019, angkanya lebih besar lagi yakni 16,38 juta hektare.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian, produksi kelapa sawit (minyak sawit dan inti sawit) 2018 adalah 48,68 juta ton, terdiri dari 40,57 juta ton minyak kelapa sawit (crude palm oil-CPO) dan 8,11 juta ton minyak inti sawit (palm kernel oil/PKO).

Jumlah produksi tersebut berasal dari perkebunan sawit rakyat sebesar 16,8 juta ton (35%), perkebunan besar negara 2,49 juta ton (5%), dan perkebunan besar swasta 29,39 juta ton (60%). 

Seddangkan secara bisnis, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat, 70% dari produksi sawit 2018 dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan ekspor dan 30% sisanya untuk konsumsi dalam negeri. Nilai sumbangan devisa minyak kelapa sawit Indonesia sepanjang 2018 mencapai US$20,54 miliar atau setara Rp289 triliun.

Reporter: Tri Kurnia Yunianto