Pengusaha Minta Mentan Syahrul Yasin Limpo Rem Impor Pangan

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Pengusaha meminta Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (foto) membatasi keran impor pangan. Beberapa komoditas yang diharapkan dapat dijaga impornya oleh Syahrul antara lain jagung, beras, hingga bawang putih.
24/10/2019, 10.40 WIB

Pengusaha meminta Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo membatasi keran impor pangan. Beberapa komoditas yang diharapkan dapat dijaga impornya oleh Syahrul antara lain jagung, beras, hingga bawang putih.

Ketua Asosiasi Hortikultura Nasional Anton Muslim Arbi juga menyarankan Mentan baru tersebut dapat mewujudkan swasembada bawang putih tahun 2021.  Saat ini, kebutuhan bawang putih nasional mencapai 600.000 ton per tahun. Sekitar 90% kebutuhan bawang putih dalam negeri berasal dari impor yang diserahkan kepada importir swasta.

Salah satu caranya dengan kebijakan wajib tanam bawang putih untuk mendapatkan rekomendasi impor.  "Diharapkan mampu mengerem impor pangan yang selama ini meresahkan," kata Anton kepada Katadata.co.id, Rabu (24/10).

(Baca: Tim Ekonomi Kabinet Jokowi: Enam Politisi Pegang Posisi Penting)

Anton juga meminta Kementerian Pertanian memastikan ketersediaan beras di dalam negeri guna mengurangi impor. Apalagi menurutnya Syahrul dapat membuat surplus pasokan beras di Sulawesi Selatan saat menjadi Gubernur Sulawesi Selatan. "Prestasinya bisa membawa Indonesia jadi swasembada beras," ujar dia.

Selain itu Anton berharap Syahrul tidak membawa kepentingan sebagai kader Partai NasDem. Dia mengatakan selama ini menteri yang berasal dari partai kerap disoroti kinerjanya.

(Baca: Syahrul Yasin Limpo Janji Benahi Kisruh Data Produksi Pertanian )

Syahrul menyatakan akan mendorong terciptanya kemandirian pangan di Indonesia dan tak mengimpor jika tidak diperlukan. Caranya, menyeragamkan data produksi pertanian di 100 hari pertamanya. Apalagi selama ini data pangan di Kementan dan kementerian lainnya kerap berbeda.

Akibatnya, terjadi kisruh perbedaan data di pemerintahan saat mengambil kebijakan impor. "Tidak boleh ada dua, tiga data. Kami harus punya data yang persis, valid, data yang disepakati bersama," kata Syahrul hari Rabu (23/10) kemarin.

Reporter: Rizky Alika