Dilanda Kemarau, Produksi Beras Diperkirakan Turun Dua Juta Ton

ANTARA FOTO/Siswowidodo
Petani merawat tanaman di lahan yang mengering di Waduk Saradan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, Rabu (6/9).
Penulis: Rizky Alika
Editor: Sorta Tobing
10/7/2019, 19.47 WIB

Peneliti sekaligus Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas memperkirakan produksi beras tahun ini menurun dua juta ton dibandingkan tahun lalu. Pasalnya, luas lahan yang gagal panen atau puso meningkat. Selain disebabkan oleh musim kemarau, juga karena musim panen yang bergeser menjadi Agustus 2019. 

“Terjadi penurunan produksi karena musim panen kedua tahun ini terjadi pada puncak kemarau sehingga potensi puso cukup besar,” kata dia kepada Katadata.co.id, beberapa hari yang lalu.

Risiko puso sebelumnya telah terjadi saat musim panen pertama. Seharusnya panen itu terjadi pada Februari-Maret, namun menjadi Maret-April. Hal ini membuat petani beralih menjadi menanam tanaman nonpadi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi tahun lalu sebanyak 32,5 juta ton setara beras. Adapun, Kementerian Pertanian menargetkan produksi padi sepanjang 2019 mencapai 84 juta ton atau setara 49 juta ton beras.

(Baca: Kementan Janjikan Kompensasi Lahan Sawah yang Terimbas Kekeringan)

Andreas meragukan efektivitas kebijakan Kementerian Pertanian (Kementan) untuk mengompensasi lahan sawah yang mengalami kekeringan. "Lahan kompensasi itu sudah ada sejak dahulu. Jadi bukan mendadak ada di 2019," ujarnya.

Namun, ia mengakui lahan sawah di luar Jawa lebih aman lantaran masih ada hujan sebagian. Sementara, lahan sawah di Jawa, Bali, dan Sumatera Selatan sudah mengalami kekeringan.

Karena tu, ia menyarankan pemerintah untuk lebih cermat menghitung stok maupun potensi pasokan beras yang akan masuk. Hal ini untuk mencegah harga beras melambung tinggi.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika