BKPM Sebut Investasi Sektor Peternakan di Indonesia Masih Minim

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Pedagang menggiring sapi lokal milik di Pasar Hewan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Kamis (13/4). Kementerian Pertanian menerapkan program asuransi sapi, khususnya sapi betina, sebagai perlindungan dari resiko kematian dan kehilangan dengan nilai pertanggungannya Rp10 juta hingga Rp15 juta dengan premi dua hinga dua setengah persen per tahun untuk seekor sapi. Langkah itu untuk mewujudkan swasembada daging sapi.
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
16/10/2018, 14.47 WIB

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyatakan Indonesia masih berpeluang besar menarik investasi di sektor peternakan. Hal itu muncul seiring dengan besarnya potensi pemenuhan kebutuhan pangan berbasis protein hewani seperti daging, susu, dan telur.

Deputi Kerja Sama Penanaman Modal BKPM Wisnu Wijaya Soedibjo menuturkan, investasi sektor peternakan masih relatif kecil. Investasi  peternakan  saat ini hanya 0,32% dari total Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tahun 2017. Sedangkan penanaman modal asing subsektor peternakan juga baru sebesar 0,48% dari seluruh Penanaman Modal Asing (PMA).

"Butuh skema kemitraan untuk mendorong generasi muda untuk menjadi wirausahawan dan menciptakan solusi inovatif dengan penyediaan akses yang lebih besar untuk pengetahuan dan jaringan pada sektor peternakan," kata Wisnu di Jakarta, Selasa (16/10).

(Baca: Pengusaha Sapi Potong Sebut Sulit Bersaing dengan Daging Impor)

Indonesia saat ini sudah bermitra dengan Australia untuk program pengembangan keterampilan, termasuk program ternak dan kursus pembiakan serta pengelolaan sapi secara profesional. Keterlibatan pemuda terus didorong untuk mengembangkan solusi kreatif dan mengatasi masalah sektor peternakan.

Konselor Pertanian Kedutaan Besar Australia di Indonesia, George Hughes, mengungkapkan Australia memberikan bantuan sebesar AU$ 10 ribu hingga AU$ 15 ribu untuk setiap proposal. Secara total, sejak 2015 pemerintah Australia telah mengalokasi dana untuk program pengembangan keterampilan dan transfer pengetahuan sebesar AU$ 6,5 juta.

George mengaku pemerintah Australia berkomitmen meningkatan kapasitas mahasiswa dan profesional Indonesia dalam sektor daging merah dan sapi. "Kami punya mekanisme hibah yang dapat diakses sebagai dukungan solusi inovatif sektor peternakan," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Komite Bilateral Indonesia-Australia, Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Kris Sulisto menjelaskan Indonesia perlu peningkatan populasi sapi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Sehingga, fokus pengembangannya lebih baik  diarahkan untuk pembiakan sapi dalam negeri.

(Baca : Ketergantungan Impor Daging Dituding Penyebab Lemahnya Peternak Lokal)

Namun demikian, Kris mengungkapkan pembiakan sapi  memerlukan modal yang tak sedikit. Belum lagi diperlukan keahlian yang memadai. untuk menangani sektor usaha ini, guna mendorong kemandirian pangan seperti yang ditargetkan pemerintah.

Karenanya, sektor pembiakan sapi diharapkan bisa bertumbuh guna menjamin ketersediaan pasokan serta membantu menstabilkan harga daging sapi di pasar. "Spesialisasi peternak di Indonesia masih dalam tahap penggemukan, pemerintah harus ikut terlibat dari akses permodalan," kata Kris.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Januari-September 2018 nilai impor Indonesia dari Australia mencapai US$ 3,75 miliar . Sementara itu, untuk impor daging hewan dari Australia sebesar US$ 260,69 juta, naik 11,79% dari periode yang sama tahun lalu dengan nilai US$ 233,19 juta.

Reporter: Michael Reily