Pengembangan Keanekaragaman Pangan Indonesia Meningkat

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Petani memanen jagung di Kaliwungu, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Minggu (18/12). Kementerian Pertanian memastikan mulai 2017 pemerintah sudah menutup impor jagung, khususnya untuk kebutuhan baku industri pakan ternak, karena sudah tercukupi dari produksi lokal yang pada 2016 ini diperkirakan mencapai sekitar 21 juta ton.
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
27/7/2018, 19.00 WIB

Kementerian Pertanian menyatakan pengembangan keanekaragaman pangan dari sisi konsumsi mengalami peningkatan. Hal itu antara lain tercermin dari meningkatnya skor Pola Pangan Harapan (PPH) Indonesia dari  86,0 pada 2016 menjadi 90,4 pada 2017.

PPH merupakan instrumen sederhana untuk menilai situasi konsumsi pangan penduduk, baik jumlah maupun komposisi pangan menurut jenis pangan yang dinyatakan dalam skor . Semakin tinggi skor PPH, konsumsi pangan semakin beragam dan bergizi seimbang (maksimal 100).

Skor PPH merupakan indikator mutu gizi dan keragaman konsumsi pangan sehingga dapat digunakan untuk merencanakan kebutuhan konsumsi pangan pada tahun-tahun mendatang. 

Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Syukur Iwantoro menyatakan keanekaragaman pangan bukan hanya terdiri dari sumber karbohidrat, tetapi juga pengembangan ragam pangan bergizi dari sumber protein, vitamin, maupun mineral.

(Baca :  Pemerintah Genjot Ekspor Pangan ke Arab dengan Sertifikasi Halal)

“Kami terus memperbaiki kualitas konsumsi pangan,” kata Syukur di Jakarta, Jumat (27/7).

Menurutnya, Indonesia merupakan negara terkaya kedua di dunia dalam  hal keanekaragaman hayati. Karenanya, Indonesia memiliki 77 jenis pangan sumber karbohidrat, 75 jenis pangan sumber protein, 26 jenis kacang-kacangan, 228 jenis sayuran, serta 389 jenis buah-buahan.

Syukur menjelaskan Indonesia memiliki potensi untuk pemenuhan penganekaragaman pangan yang bergizi seimbang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Namun, peningkatan variasi pangan juga perlu dukungan dari  pola konsumsi maupun pengembangan bisnis. 

Kementerian Pertanian mengklaim terus mendorong peningkatan pengolahan pangan, seperti sagu, singkong, jagung, sorghum, dan talas. Bahan tersebut kemudian juga bisa diolah menjadi tepung sagu, beras mocaf, oyek singkong. Sementara untuk jenis produk olahan jadi seperti nasi aruk, kapurung, sinonggi, papeda, dan nasi jagung.

(Baca juga : Bantuan Benih Jagung ke Petani Dituding Tidak Tepat Sasaran

Syukur pun mengajak masyarakat mulai  mengembangkan dan mempromosikan potensi pangan daerah. “Harapannya masyarakat bisa mengapresiasi produk pangan nusantara sehingga  terjadi perubahan pola konsumsi masyarakat menuju ke arah konsumsi yang beragam, bergizi seimbang dan aman,” ujarnya.

Kementerian Pertanian mengadakan Gelar Pangan Nusantara yang berlangsung pada 27 hingga 29 Juli 2018 di Balai Kartini, Jakarta. Syukur berharap perhelatan tersebut  mampu meningkatkan daya saing pangan lokal di tingkat global serta peningkatan pengembangan jumlah kerja sama petani, dunia usaha, dan lembaga riset.

Kementerian Pertanian juga mengaku telah meningkatkan produksi pangan selama 3 tahun terakhir, seperti meningkatkan produksi padi sebesar 14,9%, jagung 47,1%, daging ayam 19,7%, telur ayam 22,7%, daging sapi 8,2%, bawang merah 27,6% dan cabai 17,1%. 

Sementara itu, terkait pengembangan pangan, Ketua Asosiasi Penghasil Sagu Irwan meminta pemerintah memberikan penugasan kepada Bulog untuk membeli produksi sagu lokal. hal itu bertujuan agar petani sagu lebih  bersemangat dalam bertani sehingga  produksi sagu terus meningkat dan memperbaiki harga  jual.

"Saya juga berharap pemerintah dapat memasukan sagu sebagai bahan pangan pokok alternatif di Indonesia,” kata Irwan.