Tak Puas Fleksibilitas Harga Gabah, Petani Minta Solusi Permanen

ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto
Petani memisahkan bibit padi untuk ditanam di lahan sawah di Sambiroto, Ngawi, Jawa Timur, Senin (13/3). Kementerian Pertanian berupaya menggenjot produksi pangan dengan menambah Luas Tambah Tanam (LLT) padi pada Maret 2017, yakni minimal mencapai lahan s
Penulis: Michael Reily
Editor: Ekarina
13/2/2018, 13.13 WIB

Akibatnya, penggunaan zat kimia dan lahan berlebihan justru akan memicu timbulnya hama. “Kita adalah negara tropis, hamanya semakin betah ketika lahan terus digunakan,” tuturnya.

(baca juga : Dorong Serapan Gabah, Pemerintah Naikan Fleksibilitas HPP Jadi 20%)

Kerenanya, ia pun menuturkan hal yang dibutuhkan petani sebenarnya adalah bantuan yang bersifat teknis, seperti infratsruktur penunjang produksi pascapanen untuk petani seperti gudang dan pengering. Apalagi musim panen raya bertepatan dengan musim hujan.

Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengkalim fleksibilitas harga dilakukan untuk menjaga kesejahteraan petani. Sebab menurutnya, harga gabah di tingkat petani sudah anjlok di kisaran harga Rp 3.800 per kg.

Untuk memaksimalkan penyerapan, Amran menuturkan pihak Kementerian Pertanian bersama Bulog telah membentuk tim serapan gabah petani (Sergap). “Kata kuncinya adalah petani jangan rugi,” jelas Amran.

Sementara, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan fleksibilitas HPP gabah telah ditetapkan berdasarkan hasil koordinasi rapat terbatas pada 8 Februari 2018 lalu. “Kami lihat sampai sekarang harga gabah belum terlalu turun, sehingga Rakortas menetapkan menaikkan fleksibilitas sampai dengan 20%,” jelas Enggar.

Ia pun menekankan bahwa fleksibilitas adalah batas maksimal perubahan harga. Sehingga, harga pembelian masih dapat mengikuti dinamika harga di lapangan. “Kalau tidak dinaikkan, kasihan petani,” tuturnya.

Halaman:
Reporter: Michael Reily