Badan Pusat Statistik akan menggunakan metode satelit dan aplikasi perangkat lunak dalam pendataan produksi pangan pada 2018. Metode itu dinamakan Kerangka Sampel Area (KSA) dan bekerja sama dengan Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT).
Direktur Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan BPS Hermanto menyatakan pemerintah sedang menyiapkan teknologi KSA untuk dijalankan pada tahun depan.
"Pemerintah sepakat BPS bersama Kementerian Pertanian membangun data pangan setelah bertahun-tahun disiapkan," katanya saat rapat sinkronisasi dan akurasi data statistik pangan nasional di Jakarta, Kamis (27/7).
(Baca: Distribusi Beras Lambat, BPS Catat Jumlah Penduduk Miskin Bertambah)
Hermanto menyebutkan KSA akan menggunakan satelit milik Lembaga dan Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN) yang akan memantau kondisi pangan di ladang setiap 16 hari sekali. Dia menyebutkan perputaran satelit akan mengecek warna dan perubahan pangan seperti padi.
Dia menjelaskan satelit juga telah dilengkapi pendataan lahan dan jenis tanaman yang ditanam. Sehingga pengamatan fase tumbuh secara fisik dapat diamati secara visual. Pendataan dilakukan untuk pengamatan terhadap penggunaan lahan yang ada di sekitar tanaman yang dipantau.
Tingkat pemasukan data, sambung Hermanto, sangat tinggi. Tahun 2017 adalah periode sosialisasi dan uji coba metode KSA. "Pada Mei terjadi pendataan sebesar 97,2 persen dan Juni hampir 100 persen," ungkapnya.
Selain itu, dia menjelaskan untuk memastikan tingkat keakuratan data, BPS mengkotak-kotakkan ladang yang ditanam pangan dan menerjunkan personel ke sembilan titik dalam 60 hektar. Sehingga bisa langsung ditentukan bentuk fisik tanaman secara langsung dan juga hambatan yang terjadi di ladang seperti kekurangan air atau terkena hama.
(Baca: Kenaikan Harga Bahan Pangan Tingkatkan Daya Beli Petani)
Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Pertanian Suwandi menjelaskan saat ini pihaknya sudah mengadaptasi sistem KSA untuk ditampilkan ke situs resmi milik Kementan. Dia menyatakan metode ini efisien karena gratis seperti peta milik Google. "Data ini kami olah untuk memonitor tanaman se-Indonesia," jelas Suwandi.
Dia menyebut tingkat kesalahan memang lumayan tinggi, yaitu sebesar 10%. Namun, dapat disiasati dengan melakukan pemeriksaan di lapangan. Hal ini juga malah menguntungkan petugas karena bisa membaca data sebelum mengunjungi lokasi.
Suwandi mengatakan, dengan teknologi komputer, metode ini sangat membantu pendataan pangan. Selain itu, karena bisa diverifikasi oleh semua pihak sehingga sistem KSA mengedepankan transparansi produksi pangan nasional. "Bila ada kesalahan maka bisa didiskusikan dan nanti kami konfirmasi lagi," katanya.
(Baca: Ombudsman Usut Dugaan Penyimpangan Penggerebekan Beras Maknyuss)