Perwakilan negara penghasil minyak kelapa sawit atau Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) akan membuat standar internasional untuk kelapa sawit berkelanjutan. Pasalnya, negara penghasil komoditas itu tidak memiliki standar yang sama.
Deputy Executive Director of CPOC Dupito Simamora mengatakan sertifikasi tersebut diperlukan untuk mendukung keberlanjutan sawit. "Kami dorong adanya standar yang dipelopori CPOPC," kata Dupito dalam sebuah webinar, Kamis (18/6).
Menurutnya, CPOPC akan kembali mengharmonisasikan hubungan antar anggotanya. Seiring dengan hal tersebut, CPOPC akan menyusun sertifikasi keberlanjutan sawit yang dapat diterima oleh para anggota.
Selain sertifikasi sawit, Dewan Negara Produsen Sawit tersebut juga mempertimbangkan untuk membuat standar minyak sayur berkelanjutan. "Ada pikiran ke sana," ujar dia.
(Baca: Permintaan Global Lesu Tekan Ekspor Minyak Sawit Hingga April )
(Baca: WHO Hapus Imbauan Batasi Konsumsi Minyak Sawit Selama Pandemi)
Sebagaimana diketahui, dua negara pernghasil kelapa sawit terbesar dunia, yaitu Indonesia dan Malaysia, memiliki standar sawit berkelanjutan yang berbeda. Indonesia memiliki standar ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil), sementara Malaysia memiliki MSPO (The Malaysian Sustainable Palm Oil).
Mengutip dari Antara, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sempat meminta agar CPOPC menyamakan standar kelapa sawit berkelanjutan guna melawan diskriminasi dari Uni Eropa."Kita tidak bisa menghadapi Eropa dengan 'multiple standard' di mana CPOPC antara Indonesia dan Malaysia belum duduk. Jadi itu diselesaikan, dengan itu selesai akan memudahkan kampanye di negara lain," kata Airlangga.
Ia juga meminta agar negara-negara CPOPC bersatu untuk mengatasi hambatan perdagangan minyak sawit, termasuk kampanye negatif di beberapa negara. Contohnya, minyak sawit yang disebut sebagai minyak nabati hasil deforestasi.
"Di sini sebaiknya kita tak hanya memikirkan deforestasi, tapi juga masalah keberlanjutan lingkungan ketika memproduksi CPO. Semua stakeholders dari pelaku industri minyak sawit, peneliti, sampai pemerintah harus bergerak dalam usaha kolektif ini," katanya.
(Baca: Imbas Pandemi Corona, Petani Sawit Terancam Kelaparan)