Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebutkan masih ada lebih dari setengah pengguna jalan tol yang menggunakan uang tunai. Padahal masa sosialisasi kewajiban transaksi nontunai di tol hanya tinggal satu bulan lagi.
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan menghapus transaksi tunai dalam pembayaran jasa jalan tol pada 31 Oktober 2017. Masih ada waktu satu bulan untuk meningkatkan penetrasi transaksi nontunai hingga 100% oleh pengelola jalan tol.
"Per tanggal 26 September kemarin (transaksi nontunai) telah mencapai 49 persen," kata Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Herry Trisaputra Zuna di kantornya, Jakarta, Jumat (29/9).
Herry mengaku BPJT akan terus mendorong penetrasi transaksi nontunai tol hingga 100%, dapat tercapai dalam target waktu yang telah ditentukan. Salah satu caranya adalah dengan menyediakan tempat penjualan kartu tol atau uang elektronik dan isi ulangnya di sekitar pintu tol. Asalkan tempat penjualannya jangan sampai mengganggu pengguna tol lain yang sudah memiliki kartu.
"Disediakan tempat misal di kantor (pengelola tol)," ujarnya. (Baca: Biaya Isi Ulang e-Money Dianggap Ganggu Program Nontunai)
Dirinya juga membantah transaksi tol nontunai ini bertentangan dengan aturan mata uang yang ada. Meski ada kewajiban transaksi nontunai, masyarakat tetap menggunakan mata uang rupiah untuk membeli dan mengisi saldo kartu elektronik. Sehingga dia merasa hal ini sesuai dengan aturan main.
"Ini kan sama saja dengan sistem di Trans Jakarta atau Commuter Line," ujarnya. (Baca: Jasa Marga Uji Coba JM Access, Lewat Pintu Tol Tak Perlu Berhenti)
Hal yang sama juga dikatakan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono. Dia berpendapat hal ini tidak melanggar Undang-Undang mata uang mengingat masyarakat membeli dan mengisi saldo dengan menggunakan rupiah. Sistem seperti ini juga lumrah dalam pembayaran listrik.
"Ini juga ada yang mengaturnya, yakni BI," kata Basuki.