Dua produsen consumer goods di Indonesia, Unilever dan Orang Tua, tengah berseteru. Keduanya memperebutkan hak atas merek ‘Strong’ untuk produk pasta giginya masing-masing. Unilever memiliki Pepsodent Strong, sedangkan Orang Tua memiliki Formula Strong Protection.
Perusahaan induk Orang Tua Group, Hardwood Private Limited, mengklaim merek tersebut sebagai miliknya yang sudah terdaftar di Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM dengan nomor IDM000258478.
Hardwood yang keberatan merek miliknya digunakan perusahaan lain kemudian menggugat Unilever ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 29 Mei 2020 lalu. Unilever diminta membayar ganti rugi sebesar Rp 108 miliar, dengan rincian kerugian materiil sebesar Rp 33 miliar, dan kerugian imateriil Rp 75 miliar.
Gugatan tersebut kemudian berlanjut hingga persidangan pada 23 September 2020, dan pada 18 November 2020 PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Hardwood. Walaupun nilai ganti rugi yang dikabulkan hanya sebesar Rp 30 miliar ditambah biaya perkara sebesar Rp 1,4 juta.
Merasa purusan tersebut tidak adil, Unilever pun mengajukan kasasi. Direktur dan Sekretaris Unilever Indonesia, Reski Damayanti mengatakan bahwa saat ini proses kasasi masih berjalan.
“Sebagai perusahaan yang telah berada di Indonesia selama 87 tahun, Unilever berkomitmen untuk selalu menjalankan bisnis kami secara berintegritas, bertanggung jawab, dan patuh terhadap hukum dan perundangan yang berlaku,” ujarnya melalui keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Kamis (14/1).
Dia menyampaikan bahwa manajemen menilai kasus ini tidak memiliki dampak material terhadap kegiatan operasional, hukum, keuangan, harga saham, dan/atau kelangsungan usaha perusahaan karena belum memiliki kekuatan hukum tetap.
Unilever pun akan menghormati proses hukum yang sedang berjalan. “Kami berharap agar hasilnya lancar serta membawa hasil yang adil dan baik,” kata Reski.
Unilever Luncurkan 60 Produk Baru Sepanjang 2020
Adapun sepanjang 2020 Unilever telah meluncurkan sekitar 60 produk baru, baik dari merek baru, produk baru dari merek lama, ataupun variasi kemasan. Direktur Keuangan Unilever Arif Hudaya mengatakan bahwa ini sebagai upaya perusahaan untuk bertahan di tengah pandemi corona.
Selain meluncurkan produk baru Unilever juga berekspansi ke platform digital hingga berkolaborasi dengan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk memasarkan produknya.
“Inovasi produk kami lakukan secara selektif serta melihat bagaimana kebutuhan konsumen di berbagai segmen dan relevansi produknya,” kata Arif beberapa waktu lalu.
Dia menambahkan permintaan produk Unilever sangat dinamis di masa pandemi ini. Seperti penjualan produk food dan refreshment yang turun seiring dengan lesunya bisnis Unilever Food Solutions yang melayani hotel, restoran, dan kafe yang tutup imbas pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Sedangkan permintaan di segmen lainnya seperti produk home dan personal care yang meningkat seiring perubahan perilaku konsumen selama pandemi corona. Hal ini dimanfaatkan perusahaan untuk meluncurkan produk baru yang dibutuhkan pasar seperti hand sanitizer dan disinfektan.
Unilever juga meluncurkan produk-produk dengan harga yang lebih terjangkau untuk mengakomodir pelemahan daya beli. Juga meluncurkan merek baru yang sejalan dengan permintaan pasar seperti produk home care halal Sahaja.
Ke depan, perusahaan akan berinvestasi pengembangan merek serta membuka kemungkinan mengakuisisi brand baru dalam bisnisnya. Syaratnya, brand tersebut harus kompetitif sehingga mampu mendukung bisnis perusahaan.
Namun, dia tak merinci besaran investasi yang disiapkan. Hingga saat ini, Unilever telah memiliki 43 merek dalam portfolio produknya.