Pemerintah resmi memberikan subsidi pembelian sepeda motor listrik sebesar Rp7 juta mulai Senin, 20 Maret 2023. Sementara pemberian subsidi mobil listrik dan bus listrik berlaku mulai 1 April 2023, yakni berupa potongan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 1%.
Kontroversi
Alasan pemerintah memberikan subsidi adalah untuk mendorong penggunaan kendaraan listrik. Ini diharapkan menjadi salah satu solusi mengatasi pencemaran lingkungan yang disebabkan emisi karbon dari kendaraan bermotor.
Kendaraan listrik dinilai lebih ramah lingkungan karena menghasilkan emisi CO2 yang lebih rendah daripada kendaraan konvensional. Selama ini kendaraan berbasis bahan bakar fosil dianggap sebagai salah satu penyebab polusi udara.
Selain menstimulasi pasar kendaraan listrik di tanah air, subsidi kendaraan listrik untuk mengurangi emisi gas buang di sektor transportasi. “Sesuai komitmen pemerintah menurunkan emisi gas rumah kaca,” kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan saat konferensi pers, pada 6 Maret 2023 lalu.
Kendati demikian, kebijakan subsidi kendaraan listrik ini menuai kontroversi. Selain dinilai menambah beban anggaran negara, tak ada jaminan emisi karbon dan kemacetan lalu lintas akan berkurang. Apalagi subsidi diarahkan untuk kendaraan pribadi.
Fakta
Kendaraan listrik yang sedang dikembangkan sekarang dan mendapatkan subsidi merupakan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB). Tanpa menggunakan mesin pembakaran, kendaraan listrik ini dapat menghasilkan emisi karbon lebih sedikit dari kendaraan bermotor berbahan bakar minyak.
Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) Darmawan Prasodjo mengatakan, penggunaan kendaraan listrik akan mengurangi emisi karbon hingga 56%. Dia mengilustrasikan 1 liter BBM setara dengan 1,2 kWh listrik.
“Emisi karbon 1 liter BBM setara dengan 2,4 kg CO2e, sedangkan 1,2 kWh listrik emisinya setara 1,02 kg CO2e,” kata dia di acara Indonesia International Motor Show (IIMS) 2023 di Jakarta, pada 26 Februari 2023 lalu.
Kendati tingkat emisi yang dihasilkan kendaraan listrik lebih rendah, tetapi emisi yang dihasilkan dari produksi listriknya juga perlu dipertimbangkan. Apalagi mayoritas listrik di tanah air masih disuplai oleh pembangkit tenaga batu bara.
Badan Energi Internasional (IEA) mencatat sumber pembangkit listrik di Indonesia masih didominasi oleh energi batu bara yang porsinya mencapai 61,9% pada 2020. Sementara dibandingkan energi fosil lainnya, batu bara menjadi penyumbang terbesar emisi karbon.
Hal ini berarti jika penggunaan mobil listrik semakin banyak, maka kebutuhan listrik juga semakin besar. Pada akhirnya membutuhkan lebih banyak bahan bakar fosil (batubara) untuk menghasilkan listrik.
Penelitian dari Knobloch et al., (2020) pun menemukan di beberapa wilayah seperti India dan Polandia yang menggunakan pembangkit listrik batu bara, mobil listrik tidak secara efektif mengurangi emisi secara keseluruhan.
Kepala Pusat Kebijakan Keenergian ITB, Retno Gumilang Dewi mengatakan, penurunan emisi gas rumah kaca perlu dilakukan di semua sektor. Namun di sektor transportasi, penggantian kendaraan dari bahan bakar fosil menjadi kendaraan listrik tidak berpengaruh besar terhadap pengurangan emisi jika sektor pembangkit listrik masih menggunakan batubara.
"Tingkat emisi gas rumah kaca (GRK) PLN masih relate terhadap batu bara yang faktor emisinya masih tinggi. Jadi penggantian ke mobil listrik tidak banyak mengurangi emisi GRK di sektor transportasi,” kata Retno seperti dilaporkan Sonora.id, beberapa waktu lalu.
Menurut laporan perusahaan konsultasi energi, Enerdata, pangsa energi terbarukan Indonesia dalam produksi listrik hanya sebesar 18,96% pada 2021. Dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2019-2038, pangsa energi terbarukan dalam produksi listrik ditargetkan minimal 23% pada 2025.
Dengan kendaraan listrik, tingkat emisi memang akan berkurang. Namun, sumber energi pembangkit listrik juga harus beralih ke energi terbarukan dan tidak lagi mengandalkan energi berbasis fosil.
Apalagi jika masyarakat yang memiliki kendaraan listrik hanya menjadikan kendaraan listriknya sebagai kendaraan kedua. Dengan kondisi seperti ini, justru membuat lalu lintas jalan menjadi macet, sedangkan emisi karbon tidak berkurang.
Referensi
Enerdata, Indonesia Energy Information, diakses 4 April 2023.
International Energy Agency, Country Profile Indonesia, diakses 28 Maret 2023.
Kementerian ESDM, Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional 2019-2038, diakses 3 April 2023.
Knobloch et al (2020), Net emission reductions from electric cars and heat pumps in 59 world regions over time, diakses 28 Maret 2023.
PLN, Kendaraan Listrik Jadi Upaya Penurunan Emisi Karbon, Begini Perhitungan Emisinya Menurut PLN, diakses 3 April 2023.
---------------
Jika Anda memiliki pertanyaan atau informasi yang ingin kami periksa datanya, sampaikan melalui email: cekdata@katadata.co.id.