Kenaikan harga beras dan bahan pangan lain yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir dinilai memberikan keuntungan bagi petani. Pemerintah meminta masyarakat memahami kenaikan harga menjelang hari raya Idul Fitri tersebut. Kenaikan dianggap sebagai tunjangan hari raya (THR) bagi petani dan peternak.
Kontroversi
Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengaku dilematis dengan perkembangan harga harga beras. Petani meminta harga tinggi agar keuntungan lebih, sementara konsumen membutuhkan harga yang terjangkau.
“Kita ini sulit, kalau harga beras turun, saya dimarahi petani. Tetapi kalau beras naik, saya dimarahi ibu-ibu,” ujar Jokowi dikutip dari laman presidenri.go.id pada Jumat, 15 Maret 2024.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan hal serupa. Dia menganggap kenaikan harga pangan, termasuk beras, daging, telur, dan cabai, sebagai THR untuk petani.
“Sekarang stoknya cukup, produksi ayam cukup, telur kita cukup, tapi kalau naik dikit tolong dipahami bahwa peternak kita, petani cabai kita tidak punya THR. Kami memohon kepada masyarakat kalau naik dikit itulah sedekahnya buat petani kita,” kata Amran pada Rabu, 13 Maret 2024.
Lantas pertanyaannya, apakah kenaikan harga beras atau pangan menguntungkan petani?
Faktanya
Kenaikan harga beras yang terjadi sejak awal tahun ini memang diikuti dengan naiknya harga gabah kering panen (GKP) yang diterima petani. Pada Februari 2024, harga GKP di tingkat petani mencapai Rp 7.261 per kg.
Ini merupakan harga tertinggi sejak 2008. Harga ini juga meningkat 4,86% dari bulan sebelumnya dan 27,14% dari periode yang sama tahun lalu.
Indeks kedua harga tersebut juga menunjukkan, kenaikan harga gabah di petani lebih tinggi daripada harga beras grosir. Namun, indeks kenaikan harga gabah tidak selamanya terjadi.
Pada Ramadan 2021 -2023, perubahan harga beras grosir selalu lebih tinggi dibandingkan dengan harga gabah di tingkat petani. Bahkan perubahan harga beras grosir selalu di atas harga gabah yang diterima petani sepanjang 2021.
Pada 2022, kenaikan harga gabah yang lebih tinggi baru terasa pada paruh kedua tahun tersebut. Hal serupa terjadi pada 2023.
Petani Gurem dan Miskin Terimbas Kenaikan Harga Beras
Kenaikan harga beras tidak serta merta membuat petani lebih sejahtera. Ini karena mayoritas petani di Indonesia berstatus gurem. Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan petani gurem sebagai petani dengan kepemilikan lahan kurang dari 0,5 hektare (ha).
Survei Pertanian 2023 mencatat ada 16,89 juta rumah tangga usaha pertanian (RTUP) gurem tersebar di Indonesia. Ini mencakup 60,84% dari total RTUP yang ada di Indonesia.
Jumlah petani gurem ini bertambah 18,54% dari sedekade lalu. Pada 2013, BPS mencatat ada 14,25 juta petani gurem yang mencakup 55,33% dari total RTUP di Indonesia. Ini berarti bukan hanya jumlah petani gurem yang bertambah, melainkan juga proporsinya terhadap total petani di Indonesia.
Dengan mayoritas petani gurem menyebabkan kebanyakan petani juga menjadi konsumen neto beras atau mengonsumsi beras lebih banyak dari yang diproduksinya.
Publikasi Bank Dunia (2015) menyebutkan 26,8% petani beras adalah konsumen neto beras. Proporsi konsumen neto beras lebih tinggi di kalangan petani miskin yang mencapai 31,8%.
Jika memperhitungkan keseluruhan petani, proporsi konsumen neto beras menjadi jauh lebih tinggi, yaitu 65,4%. Di antara keseluruhan petani ini, proporsi konsumen neto beras petani miskin mencapai 68%.
Orang miskin, termasuk petani, adalah yang paling terkena dampak kenaikan harga beras. Ini mengingat pengeluaran untuk beras kelompok miskin rata-rata mencapai 25% dari total pengeluaran mereka. Pada Maret 2023, penduduk miskin Indonesia pun masih didominasi petani yaitu 48,86% dari total penduduk miskin.
Dengan masih banyaknya petani gurem dan miskin, agaknya kenaikan harga-harga saat ini, termasuk beras yang memberikan keuntungan bagi petani. Kebanyakan petani justru merasakan beban yang sama seperti masyarakat lainnya akibat kenaikan harga beras.
Referensi
BPS. 2024. “Rata-rata Harga Beras di Tingkat Perdagangan Besar (Grosir) Indonesia (Perusahaan)”. (Akses 18 Maret 2024)
BPS. 2024. “Rata-rata Harga Gabah Bulanan Menurut Kualitas, Komponen Mutu, dan HPP di Tingkat Petani”. (Akses 18 Maret 2024)
BPS. 2023. “Karakteristik Rumah Tangga Miskin Menurut Status Kemiskinan” (Akses 19 Maret 2024)
BPS. Desember 2023. Buklet Hasil Pencacahan Lengkap Sensus Pertanian 2023 Tahap I. (Akses 18 Maret 2024)
Center for Indonesian Policy Studies. Februari 2021. The Government’s Role in the Indonesian Rice Supply Chain. (Akses 18 Maret 2024)
World Bank. Maret 2015. Indonesia Economic Quarterly: High Expectations. (Akses 19 Maret 2024)
---------------
Jika Anda memiliki pertanyaan atau informasi yang ingin kami periksa datanya, sampaikan melalui email: cekdata@katadata.co.id