Pemerintah tengah menyiapkan peraturan-peraturan untuk mendukung paket kebijakan ekonomi ke-14 tentang pengembangan bisnis e-commerce. Salah satu peraturan yang tengah disiapkan untuk memudahkan pelaku usaha mencari pendanaan.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara mengungkapkan, pemerintah akan mendahulukan peraturan terkait pendanaan. Pertimbangannya, selama ini, perusahaan e-commerce masih kesulitan mencari pinjaman dana untuk mengembangkan usahanya. "Soal pendanaan akan keluar terlebih dahulu melalui Peraturan Menteri (Permen) yang akan terbit paling lambat Januari 2017," kata dia di Jakarta, Kamis (10/11).
Dalam Permen tersebut, kata dia, pemerintah akan memberikan insentif dan penjaminan kepada lembaga penyalur pinjaman untuk mendukung pertumbuhan bisnis e-commerce. Sekadar catatan, pemerintah menargetkan, transaksi online bisa mencapai US$ 130 miliar pada 2020. Adapun sejauh ini, pertumbuhan transaksi online masih jauh dari target tersebut.
Menurut Rudiantara, pada 2014 lalu, nilai transaksi online mencapai US$ 12 miliar, sedangkan 2015 lalu nilainya mencapai US$ 19 miliar.
Head of Investment Mandiri Capital Aldi Adrian Hartanto mengakui, sulitnya pendanaan menjadi salah satu tantangan startup e-commerce Indonesia dalam mengembangkan bisnisnya. Namun, perusahaan perintis bisa lebih mudah pendanaan jika memenuhi tiga hal penting.
Pertama, produk yang ingin dijual harus merupakan pemecah masalah yang tepat bagi masyarakat. (Baca juga: Jokowi: Perusahaan Pemula Harus Diprioritaskan dan Difasilitasi Modal)
Kedua, pelaku usaha harus memastikan potensi pasarnya besar. Ketiga, pelaku usaha harus memiliki kemampuan tata kelola atau managemen bisnis yang baik. Selain itu, pelaku usaha harus memiliki kemampuan teknologi informasi yang cukup tinggi, serta kemampuan pemasaran (marketing) yang kuat.
"Sedangkan dari sisi pemerintah harus menyiapkan peta jalan e-commerce untuk memecahkan masalah logistik, infrastruktur terutama kecepatan dan distribusi jaringan internet, serta memecahkan masalah kurangnya talent dalam bidang ini," ujar Aldi.
(Baca juga: Mal yang Sekadar Tempat Belanja Akan Tergerus E-Commerce)
Terkait masalah itu, Rudiantara menjelaskan, selain soal pendanaan, memang ada enam hal lain yang masuk dalam paket kebijakan ke-14. Pertama, soal pengembangan pendidikan vokasional di bidang teknologi informasi.
Hal ini dianggap penting untuk mendukung bisnis e-commerce ke depan. Sebab, sampai saat ini, Indonesia masih kekurangan tenaga ahli di bidang Informasi dan Teknologi (IT). Alhasil, banyak perusahaan digital ini yang masih mengimpor tenaga-tenaga ahli dari luar negeri.
Kedua, terkait penyederhanaan pajak e-commerce. Hal ini akan diatur oleh Kementerian Keuangan. Ketiga, perlindungan konsumen agar hak-hak konsumen terjamin. Keempat, terkait cyber security. Pemerintah akan menjamin keamanan data transaksi elektronik konsumen maupun penjual.
Kelima, terkait dengan logistik. Pemerintah akan menjadikan PT Pos Indonesia sebagai lembaga untuk mengantarkan logistik dan kebutuhan transaksi online tersebut. Selain itu, adanya program tol laut juga akan mempermudah pengiriman barang dan menekan biaya logistik yang harus dikeluarkan.
Terakhir, infrastruktur telekomunikasi. Pemerintah telah meluncurkan program Palapa Ring untuk menyediakan akses internet cepat atau broadband di seluruh kabupaten atau kotamadya di seluruh Indonesia. Program ini ditargetkan selesai pada 2019. Operator seluler pun akan didesak untuk membangun jaringan dan infrastruktur yang dibutuhkan.
Namun, memang banyak daerah yang dianggap kurang ekonomis bagi operator, sehingga pemerintah yang nanti akan bertanggung jawab membangun infrastruktur yang dibutuhkan.