Lima Kunci Pengembangan Ekonomi Digital di Indonesia

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Miftah Ardhian
Editor: Yura Syahrul
27/9/2016, 15.00 WIB

Indonesia sebenarnya memiliki potensi sangat besar untuk melakukan revolusi digital. Hal ini dimungkinkan karena perusahaan konsultan terkemuka McKinsey & Company menilai, Indonesia masih sangat awam dalam revolusi digital lantaran keterbatasan akses masyarakat ke sektor digital melalui penetrasi internet.

Partner McKinsey & Company Khoon Tee Tan menjelaskan, untuk mengukur revolusi digital di Indonesia harus melihat gambaran secar umum, bisnis yang berkembang dan konsumen di sektor itu. Dari pengukuran itu, dia mengidentifikasi tiga kekurangan yang sekaligus menjadi potensi bagi indonesia untuk melakukan revolusi digital.

Pertama, Indonesia masih kekurangan dalam pembangunan infrastruktur, terutama dalam sektor digital. Akses internet yang dimiliki masyarakat di daerah-daerah sulit dijangkau. (Baca: Menkeu Siap Bawa Sengketa dengan Google ke Pengadilan Pajak)

Di sisi lain, akses internet di Indonesia memang tergolong sangat murah. Namun, kecepatannya terlalu rendah. Di Singapura, memiliki bandwidth atau kecepatan transfer data 100 kali lebih baik dibandingkan Indonesia. Bahkan, Thailand pun memiliki bandwidth 10 kali lebih baik dibanding Indonesia.

Kedua, dari sisi konsumen, hanya sekitar 30 persen penduduk Indonesia yang melakukan kegiatan ekonomi di sektor digital. Angka ini merupakan potensi besar untuk ditingkatkan, karena total penduduk Indonesia mencapai 200 juta orang. Namun, Khoon Tee melihat, dengan regulasi yang tepat, sekitar 4-5 tahun ke depan, jumlah tersebut dapat bertambah lagi sebanyak 50-60 juta penduduk.

Ketiga, kontribusi bisnis di sektor digital masih minim terdahap Produk Domestik Bruto (PDB). Khoon Tee menilai, hal ini merupakan potensi yang sangat besar untuk meningkatkan kontribusi bisnis digital terhadap PDB. (Baca: Layani Keuangan Digital, BPD Siap Salurkan Bansos Nontunai)

Bahkan, dia menghitung, pebisnis pemula atau star up merupakan potensi yang bisa dikembangkan. Jadi, bisnis sektor digital ini bisa berkontribusi paling tidak US$ 150 miliar dari sekitar US$ 900 miliar PDB Indonesia.

"Indonesia masih awam dalam revolusi digital. Potensi masih sangat besar untuk mengembangkan ekonomi ke level berikutnya dengan meningkatkan produktivitas di sektor digital ini," ujar Khoon Tee dalam acara McKinsey Forum bertema "Indonesia in The Digital Age" di Jakarta, Selasa (27/9).

Sementara itu, Senior Partner McKinsey & Company Michael Gryseels mengatakan, setidaknya ada lima langkah yang harus ditempuh untuk mengembangkan potensi ekonomi digital di Indonesia. Pertama, pengalaman konsumen, yakni perusahaan-perusahaan digital harus memberikan kesan terbaik kepada konsumen dalam menggunakan jasanya. Sebab, konsumen di dunia digital sangat mudah berpaling ke perusahaan-perusahaan lain.

Kedua, cyber security, yaitu pemerintah dan perusahaan harus bekerja sama dalam memberikan keamanan bagi transaksi yang dilakukan. Ketiga, menghubungkan online dengan offline. Gryseels mencontohkan, suatu perusahaan penjual barang harus menyiapkan tempat bagi konsumen untuk mengambil barangnya secara offline. Hal tersebut mengacu pada data 50 persen pelanggan di Amerika Serikat lebih suka mengambil barang yang dibelinya secara langsung, walaupun berbelanjanya secara online.

(Baca: Pemerintah Targetkan Seluruh Daerah Terakses Internet Cepat pada 2019)

Keempat, perusahaan juga harus menggunakan analisis berbasis data untuk menentukan kebutuhan, perilaku, dan keinginan konsumen. Kelima, berbagai perusahaan dan pemerintah harus sudah mulai membangun DNA digital. Jadi, pemerintah dan perusahaan harus mengeluarkan regulasi yang mendukung digitalisasi.

"Karena sektor digital memerlukan lingkungan yang subur dan mendukung untuk bertumbuh," ujar Gryseels. Untuk itu, dia juga menyrankan perusahaan konvensional mengadopsi cara kerja perusahaan digital agar tercipta persaingan yang seimbang.