Lima Jurus E-Commerce Bersaing di Tengah Pandemi Corona

Katadata/desy setyowati
Ilustrasi, tampilan aplikasi e-commerce pada ponsel
27/7/2020, 14.16 WIB

Berbelanja secara online mulai diminati saat pandemi corona. Setidaknya ada lima strategi yang bisa dijalankan perusahaan penyedia layanan e-commerce untuk menggaet konsumen di masa pandemi Covid-19 ini.

Pertama, perusahaan harus jeli memilih pasar yang paling potensial selama masa pagebluk ini. Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) mencatat, produk busana (fashion) dan gawai masih diminati saat pandemi virus corona.

“Saya melihat, peluang kedua produk itu masih ada. Hanya perlu mencari pasar yang tepat,” kata Ketua idEA Ignatius Untung kepada Katadata.co.id, Senin (27/7).

Setelah itu, perusahaan dapat mengetahui strategi yang pas untuk menggaet konsumen. “Penawarannya seperti apa, itu yang harus dikejar," ujar dia.

Kedua, lincah dalam menangkap peluang. Ketua Asosiasi Modal Ventura Indonesia (Amvesindo) Jefri Sirait mencatat ada banyak e-commerce yang berfokus atau bahkan meluncurkan fitur khusus kategori bahan pokok saat pandemi.

Perusahaan itu di antaranya BukalapakTokopediaShopee, dan Lazada. Mereka berfokus menyediakan bahan pokok, karena masyarakat mulai beralih ke metode berbelanja secara online dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Hal itu dilakukan guna meminimalkan risiko tertular virus corona. Selain itu, penjualan bahan makanan dan pokok memang meningkaat saat pandemi. Hal ini tecermin pada Databoks di bawah ini:

Jefri menilai, ketangkasan dalam melihat peluang seperti itu harus ditingkatkan dan dipertahankan. “Maka, butuh kreativitas dan konten pemasaran yang berbeda, serta perlu pemanfaatan jaringan untuk memperlebar sektor (bisnis)," ujar dia.

Bahkan, ia memperkirakan bahwa berbelanja bahan pokok melalui e-commerce akan menjadi kebiasaan baru ke depan, meski pandemi usai.

Ketiga, menjaga kualitas dan kuantitas produk yang ditawarkan di platform. "Itu yang penting. Kalau produk berkualitas, tetapi persediaan selalu habis, sama saja bohong," ujar Sekretaris Jenderal Amvesindo Eddi Danusaputro.

Keempat, memiliki berbagai opsi metode pembayaran mulai dari kartu kredit, debit, e-wallet dan sebagainya. Terakhir, menggaet lebih banyak mitra logistik yang tepercaya.

"Meskipun orang masih sensitif dan peduli tentang promosi seperti uang kembali (cashback) dan voucer, semakin lama, terutama konsumen di wilayah urban, bakal lebih mementingkan pengalaman berbelanja (user experience) daripada harga," ujar Eddi.

Sebelumnya, investor startup sekaligus Presiden Komisaris SEA Group Pandu Sjahrir mencatat, pengeluaran konsumen (consumer spending) masyarakat Indonesia mencapai US$ 330 miliar atau sekitar Rp 4,6 triliun selama kuartal I. Nilai ini hanya menghitung transaksi melalui layanan digital. 

Penggunaan layanan e-grocery dan e-commerce seperti Happy Fresh, Shopee, Bukalapak pun meningkat. Layanan e-grocery misalnya, naik 61% sejak Januari hingga Maret.

Sedangkan, penjualan hand sanitizer dan produk kebersihan di e-commerce meningkat hingga 500%. "Masyarakat harus berbelanja dan transaksi dari rumah selama pandemi, sehingga belanja online ini semakin besar," ujar Pandu saat mengikuti acara Bicara Data Virtual Series: Episode Baru Bisnis Startup Akibat Covid-19, bulan lalu (12/6).

Berdasarkan riset Facebook dan Bain & Company, 44% konsumen di Asia Tenggara, yang merupakan pengguna internet, berbelanja bahan pokok secara online selama pandemi corona. Kedua perusahaan memperkirakan, kebiasaan ini masih akan menjadi tren meski memasuki normal baru (new normal).

Berbelanja bahan pokok melalui e-commerce atau media sosial meningkat drastis sejak April 2020. Sekitar 80% dari konsumen pengguna internet itu berencana terus berbelanja bahan makanan secara online.

Hal itu terjadi karena sebagian besar masyarakat diminta mengurangi aktivitas di luar rumah guna menekan penyebaran virus corona. Selain itu, 77% konsumen tersebut lebih sering menyiapkan makanan di rumah, ketimbang membeli ataupun makan di restoran.

Riset tersebut berdasarkan data survei YouGov di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam pada April 2020. Penelitian tersebut mengamati para konsumen yang telah berbelanja secara online selama enam bulan terakhir, termasuk wawancara dengan para petinggi perusahaan dan modal ventura.

Reporter: Cindy Mutia Annur