Bos Shopee Kehilangan Rp 253 Triliun, karena ‘Zombi Unicorn’?

shopee
Ilustrasi platform Shopee
17/5/2022, 14.22 WIB

Pendiri Shopee Forrest Li kehilangan kekayaan US$ 17,3 miliar atau sekitar Rp 253 triliun, berdasarkan data Bloomberg Billionaires Index. Ini terjadi di tengah fenomena Zombi Unicorn di Silicon Valley.

Berdasarkan data Bloomberg Billionaires Index, kekayaan CEO Sea Group itu turun dari US$ 22 miliar beberapa bulan lalu menjadi US$ 4,7 miliar saat ini. “Dia masih kaya, tetapi tidak lagi cukup untuk masuk ke posisi 500 teratas orang terkaya di dunia,” demikian dikutip dari Bloomberg, Selasa (17/5).

Bloomberg mencatat, kekayaan bersih 500 orang terkaya di dunia memang berkurang lebih dari US$ 1 triliun tahun ini. Hal ini karena harga saham perusahaan teknologi di beberapa negara, termasuk Indonesia.

Bahkan muncul istilah Zombi Unicorn di Silicon Valley, Amerika Serikat (AS). Dikutip dari NBC News, frasa ini merujuk pada startup dengan valuasi jumbo, tetapi goyah dan membutuhkan investor untuk bertahan hidup.

Silicon Valley adalah pusat inovasi di Amerika yang mencetak banyak perusahaan teknologi raksasa seperti Apple, Facebook, Google, Netflix, Tesla, Twitter hingga Yahoo. Letaknya di selatan San Francisco, California, AS. Wilayah ini menampung sekitar 2.000 perusahaan teknologi.

Penurunan harga saham perusahaan teknologi di Silicon Valley anjlok setelah bank sentral AS, The Fed menaikkan suku bunga acuan 50 basis poin (bps). Investor beralih ke saham atau investasi lain karena kinerja beberapa unicorn di wilayah ini dinilai buruk.

Sedangkan Sea Grup menutup operasional Shopee di India dan Prancis. Seeking Alpha melihat bahwa kedua negara ini bukan pasar yang bakal memberikan keuntungan jelas dan jangka panjang bagi keuntungan Sea Group.

Profitabilitas dinilai lebih mungkin didapat dari pasar inti di Asia Tenggara atau Amerika Latin.

“Sea masih hadir di beberapa pasar global lain, seperti Polandia dan Spanyol, yang menawarkan jalan untuk ekspansi. Pasar Asia Tenggara juga masih menawarkan potensi pertumbuhan jangka panjang yang signifikan,” demikian dikutip dari Seeking Alpha, akhir bulan lalu.

Induk Shopee itu bakal melaporkan pendapatan kuartal pertama pada Selasa malam (18/5). Rata-rata analis memperkirakan, perusahaan Singapura ini mencatatkan rekor kerugian lebih dari US$ 740 juta.

Namun, rugi bersih Sea Group telah melebar dalam tiga bulan terakhir tahun lalu karena perusahaan mempercepat ekspansi. Rugi bersih perusahaan naik 17,9% yoy dari US$ 1,3 miliar pada 2020 menjadi US$ 1,5 miliar (Rp 21,6 triliun) tahun lalu.

Sedangkan laba kotor naik 188,8% menjadi US$ 3,9 miliar. Total laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi atau EBITDA yang disesuaikan negatif US$ 593,6 juta atau membengkak dibandingkan 2020 US$ 107 juta.

Pendapatan naik 127,5% secara tahunan (year on year/yoy) dari US$ 4,4 miliar pada 2020 menjadi hampir US$ 10 miliar (Rp 143,9 triliun) tahun lalu.

Berdasarkan data YCharts, kapitalisasi pasar Sea Group US$ 70,33 miliar hari ini (17/5). Nilainya turun drastis dibandingkan Oktober 2021 sekitar US$ 200 miliar.

“Sea Group akan melihat tantangan yang meningkat tahun ini,” kata Direktur Pelaksana di Blue Lotus Capital Shawn Yang. Blue Lotus Capital adalah perusahaan riset ekuitas independen di Hong Kong yang memangkas target harga saham Sea dari US$ 180 menjadi US$ 105 pada 10 Mei.

“Bisa tidak Shopee, sumber pendapatan utama Sea, mencapai target tahunan US$ 8,9 miliar hingga US$ 9,1 miliar saat menghadapi persaingan yang semakin ketat dari para pesaing termasuk Alibaba Group Holding Ltd.,” kata Yang. Selain itu, “konsumen kembali ke toko offline dengan pelonggaran pembatasan terkait Covid-19.”

Meski begitu, analis umumnya tetap optimistis tentang masa depan Sea Group meskipun harga saham jatuh ke level terendah dalam dua tahun pada awal Mei. Sebanyak 34 dari 38 analis yang dilacak oleh Bloomberg, merekomendasikan untuk membeli saham induk Shopee.

"Valuasi perusahaan mungkin mulai pulih karena prospek membaik dengan ekspansi geografis," kata analis di Bloomberg Intelligence Nathan Naidu. Shopee pun menjadi aplikasi e-commerce yang paling banyak diunduh pada 2021, sebagaimana Databoks berikut:

Namun, untuk saat ini, harga sahamnya masih bergejolak. Setelah rebound 32% di tengah reli saham teknologi dalam dua hari terakhir minggu lalu, harganya turun 6,7% pada hari ini.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan