Belanja di E-commerce Kena Bea Meterai, Asosiasi: Hambat Daya Saing

ANTARA FOTO/Makna Zaezar/nym.
Konsumen melakukan transaksi pembelian dari situs e-commerce menggunakan aplikasi Mobile Banking di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Senin (2/5/2022).
14/6/2022, 12.22 WIB

Pemerintah berencana mengenakan bea meterai Rp 10 ribu untuk dokumen elektronik berupa term and conditions (T&C) pada transaksi di platform digital, termasuk e-commerce. Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) menilai, aturan ini dapat menghambat daya saing.

Ketua Umum idEA Bima Laga mengatakan, T&C merupakan salah satu bagian layanan yang melekat pada seluruh platform. Fungsinya menjelaskan hak dan tanggung jawab dari seluruh pihak yang mengakses layanan digital.

Menurutnya, rencana pemerintah mengenakan bea meterai justru akan menciptakan hambatan kepada proses digitalisasi yang sedang berjalan. Sebab, pengenaan bea meterai Rp 10ribu akan memberatkan pengguna, baik pembeli maupun penjual di e-commerce.

"Padahal mereka belum transaksi. Apalagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), laku saja belum, tapi sudah harus bayar meterai," kata Bima kepada Katadata.co.id, Senin (13/6).

Indonesia akan menjadi negara pertama di dunia yang menerapkan bea meterai pada platform digital, jika kebijakan itu jadi diterapkan. Ini akan secara signifikan mengurangi daya saing e-commerce Indonesia di kancah global.

Bima mengatakan, kebijakan bea meterai tidak sejalan dengan program pemerintah yang menargetkan 30 juta UMKM berjualan online atau go-digital pada 2024.

idEA pun merekomendasikan agar pemerintah memberikan pengecualian khusus bahwa T&C tidak menjadi objek bea meterai. Sebab, dampaknya dinilai cukup signifikan dalam menghambat digitalisasi.

Head of Public Policy and Government Relations Tokopedia Hilmi Adrianto mengatakan, perusahaan bersama idEA secara aktif memberikan masukan kepada pemerintah mengenai rencana kebijakan baru itu.

"Kami harap kebijakan ini dapat mencerminkan kesetaraan atau equal level playing field antar-seluruh pelaku usaha dan berpihak pada pertumbuhan ekonomi digital," katanya.

Sedangkan, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan bahwa rencana pengenaan bea meterai untuk T&C e-commerce diatur dalam UU Nomor 10 tahun 2020 tentang Bea Materai.

Dalam pasal 3 ayat 2 disebutkan bahwa bea meterai dikenakan untuk dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari Rp 5 juta, baik sebagai penerimaan uang atau berisi pengakuan utang.

Menurutnya, pengenaan bea meterai untuk dokumen T&C e-commerce bertujuan menciptakan kesetaraan dalam berusaha bagi para pelaku usaha digital dan konvensional.

T&C merupakan bentuk klausa baru yang diciptakan untuk melindungi hak dan kewajiban pengguna platform.

Febrio menilai, pengenaan bea meterai tersebut hal yang wajar karena berlaku untuk transaksi besar dengan nilai di atas Rp 5 juta. "Kalau yang ingin kita lihat formalitasnya, kalau transaksi makin besar, ya wajar dong untuk bayar materai," kata dia kepada wartawan saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senin (13/6).

Ia menilai kebijakan tersebut tidak akan mengganggu ekosistem ekonomi digital.

"Ada minimum transaksi, jadi seharusnya tidak mengganggu (ekosistem ekonomi digital)," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu kepada wartawan saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senin (13/6).

Sampai saat ini, Direktorat Jenderal Pajak bersama dengan Asosiasi E-Commerce Indonesia (IDEA) masih terus berdiskusi untuk menentukan mekanisme pemeteraian atas T&C tersebut. Ini bertujuan memetakan T&C mana yang memenuhi persyaratan sebagai dokumen perjanjian yang terutang bea meterai

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan