TikTok Shop resmi tutup di Indonesia pada awal Oktober (4/10) untuk mematuhi peraturan baru e-commerce. Kini Menteri Koperasi dan UKM atau Menkop UKM Teten Masduki mewaspadai platform asal Cina lainnya yakni Temu.
Apa alasan Menteri Teten Masduki mewaspadai e-commerce Cina seperti TikTok Shop dan Temu? Teten mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi Negeri Panda tengah menurun. Rinciannya dapat dilihat pada Databoks di bawah ini:
Alhasil, produsen Cina mengincar pasar di negara lain untuk tetap tumbuh, dengan memberikan harga yang murah. “Tidak mungkin UMKM Indonesia bisa bersaing. Industri fashion, konveksi yang selama ini banyak menyerap tenaga kerja, mengeluhkan itu,” kata Teten di Nusa Dua, Bali, Selasa (21/11).
Sementara itu, e-commerce Temu memasok produk kebutuhan sehari-hari atau consumer goods yang terhubung dengan 25 pabrik di Cina langsung ke konsumen. Proses ini menghilangkan peran reseller, affiliator, dan distributor, sehingga harga produknya murah.
“Itu kan pasti akan menghilangkan banyak rantai distribusi, bakal banyak kehilangan lapangan kerja. Sebab, produknya lebih efisien sehingga produk Indonesia tidak mungkin bisa bersaing,” ujar Teten
Oleh karena itu, ia khawatir Temu akan mengganggu pasar produk lokal hingga berdampak terhadap sektor tenaga kerja, jika masuk ke Indonesia.
“Ini sudah masuk beberapa negara ASEAN. Saya sudah sampaikan ke Presiden Jokowi, ini jangan sampai masuk ke Indonesia. Kalau masuk, UMKM tidak bisa bersaing. Kalau produksi lumpuh, pengangguran meningkat, daya beli turun,” katanya.
Daya beli yang menurun bisa berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, karena sekitar 50% didorong oleh konsumsi rumah tangga.
Selain itu, pemerintah berupaya memberikan perlindungan kepada UMKM termasuk yang bergerak di lini usaha kebutuhan sehari-hari. Jumlah koperasi dan UMKM non-pertanian mencapai 9,11 juta tahun lalu.
Pemerintah juga mengevolusi sumber ekonomi dan produk baru agar menyesuaikan dengan potensi daerah. Ekonomi dan produk baru ini ditargetkan menjadi bagian rantai pasok baik nasional atau bahkan pasar internasional.
“Ini kan kami harus lindungi karena sebelum bisa melahirkan ekonomi baru, orang yang bekerja di sektor consumer goods. Jangan sampai mereka menjadi pengangguran sebelum ada lapangan kerja baru,” katanya.
Pada Agustus atau sebelum TikTok Shop tutup, Menteri Teten juga menyoroti dugaan predatory pricing yang dilakukan oleh social commerce asal Cina ini. Ia mencatat harga parfum Rp 100 dan celana pendek Rp 2.000 atau di bawah ongkos produksi di dalam negeri.
Menurut Organization for Economic Co-Operation and Development atau OECD, predatory pricing merupakan strategi perusahaan menetapkan harga sangat rendah atau di bawah rerata pasar, dalam jangka waktu tertentu.