E-commerce asal Cina Temu ditolak masuk ke Indonesia. Berikut perbandingan transaksi Temu, Shopee, TikTok Shop Tokopedia hingga Lazada.
Kominfo atau Kementerian Komunikasi dan Informatika sudah memblokir situs website Temu. Namun aplikasi belanja online asal Cina ini masih diunduh di App Store dan Google Play Store per Senin (14/10).
Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik atau Dirjen IKP Kominfo Prabunindya Revta Revolusi tidak spesifik memberikan penjelasan terkait aplikasi hal itu. Ia hanya menyampaikan bahwa berdasarkan pantauan Kominfo, traffic pengguna aplikasi Temu di Indonesia masih sangat rendah.
Jika ada peningkatan traffic dan dampak yang signifikan, Kominfo akan segera mengambil tindakan.
Kominfo juga berkoordinasi dengan Kementerian UKM dan Koperasi alias KemenkopUKM dan Kementerian Perdagangan atau Kemendag guna menilai potensi ancaman dari Penyelenggara Sistem Elektronik atau PSE yang belum mematuhi aturan.
Prabu menegaskan Temu belum terdaftar sebagai PSE di Indonesia. “Ketika belum terdaftar sebagai PSE, potensi diblokirnya sangat terbuka lebar,” ujar Prabu dalam keterangan pers, Senin (14/10).
“Jika PSE tidak patuh, apalagi beroperasi ilegal tanpa melalui bea cukai, jelas kami harus bertindak untuk melindungi kepentingan UMKM dan konsumen di Indonesia,” Prabu menambahkan.
Dalam laporan perusahaan venture builder yang berbasis di Singapura, Momentum Works bertajuk ‘Ecommerce in Southeast Asia 2024’ pada Juli, nilai transaksi bruto alias gross merchandise value (GMV) Temu di Asia Tenggara diperkirakan US$ 100 juta atau Rp 1,6 triliun tahun lalu.
Namun laporan terbaru Momentum Works pada awal Oktober memproyeksikan GMV Temu US$ 4 miliar per bulan per pertengahan tahun ini. Jika dihitung rata-rata selama setahun, maka nilainya US$ 48 miliar atau hampir menyamai Shopee.
“Temu yang baru hadir pada September 2022, GMV bulanan tumbuh menjadi sekitar US$ 4 miliar per pertengahan 2024,” demikian isi laporan perusahaan venture builder yang berbasis di Singapura Momentum Works, dua pekan lalu.
Angka itu mencakup 82 negara di mana Temu beroperasi. Shopee hanya hadir di delapan negara yakni Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Taiwan dan Brasil.
Induk usaha Temu yakni Pinduoduo tidak memerinci kinerja keuangan anak usaha. Akan tetapi, investor dan analis yang sering diajak berdiskusi oleh Momentum Works percaya bahwa Temu mungkin telah mencapai titik impas EBITDA atau laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi alias tidak lagi merugi.
Anak usaha Pinduoduo itu juga dikabarkan mau mengakuisisi Bukalapak supaya bisa masuk ke pasar Indonesia. Namun kabar ini dibantah oleh Bukalapak.
Rincian proyeksi transaksi e-commerce di Asia Tenggara pada tahun lalu, menurut laporan Momentum Works bertajuk ‘Ecommerce in Southeast Asia 2024’ sebagai berikut:
- Shopee: US$ 55,1 miliar atau Rp 897 triliun
- Lazada: US$ 18,8 miliar atau Rp 308,7 triliun
- TikTok Shop: US$ 16,3 miliar atau Rp 266,5 triliun
- Tokopedia: US$ 16,3 miliar atau Rp 266,5 triliun
- Bukalapak: US$ 5,7 miliar atau Rp 92,8 triliun
- Blibli: US$ 1,9 miliar atau Rp 31 triliun
- Amazon: US$ 400 juta atau Rp 6,5 triliun
- Tiki: US$ 200 juta atau Rp 3,3 triliun
- Temu: US$ 100 juta atau Rp 1,6 triliun
Shopee memimpin di semua pasar di Asia Tenggara dari segi transaksi. Rinciannya sebagai berikut:
- Thailand US$ 19,3 miliar:
- Shopee: 49%
- Lazada: 30%
- TikTok Shop: 21%
- Vietnam US$ 13,8 miliar:
- Shopee: 61%
- TikTok Shop: 24%
- Lazada: 14%
- Tiki: 1%
- Filipina US$ 13,7 miliar:
- Shopee: 54%
- Lazada: 30%
- TikTok Shop: 16%
- Malaysia US$ 9,6 miliar:
- Shopee: 63%
- Lazada: 19%
- TikTok Shop: 19%
- Singapura US$ 4,4 miliar:
- Shopee: 52%
- Lazada: 34%
- Amazon: 9%
- TikTok Shop: 5%
- Indonesia US$ 53,8 miliar
- Shopee: 40%
- Tokopedia: 30%
- Bukalapak: 11%
- TikTok Shop: 9%
- Lazada: 7%
- Blibli: 4%