PT Bank Sentral Asia Tbk (BCA) tengah merampungkan proses kerja sama dengan perusahaan teknologi finansial (fintech) asal Tiongkok, Ant Financial (Alipay) dan WeChat Pay. Perusahaan berharap, pengguna kedua dompet digital ini bisa bertransaksi melalui mesin perekam data elektronik alias electronic data capture (EDC) BCA pada Kuartal I 2020.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, perusahaannya tengah mematangkan proses dan skema bisnis dengan kedua raksasa fintech asal Negeri Tirai Bambu tersebut. "BCA berharap awal tahun depan, Kuartal I 2020, sudah bisa kerja sama," kata dia di Jakarta, Senin (28/10).
Direktur Keuangan Bank BCA Vera Eve Lim menjelaskan, perusahaannya bertindak sebagai penyedia EDC untuk mengelola dan memproses transaksi. Nantinya, mesin EDC tersebut ditempatkan di kios pelaku usaha (merchant) sekitar objek wisata yang bayak dikunjungi turis Tiongkok.
"Karena mereka sudah terbiasa tidak bawa kartu kredit, hanya bahwa ponsel. Jadi nanti bisa pakai mesin EDC kami," kata Vera.
Alipay dan WeChat Pay juga tengah menjajaki kerja sama dengan beberapa Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) IV Indonesia. Hal ini sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia (BI) bahwa setiap Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) harus bekerja sama dengan perusahaan domestik, jika ingin berbisnis di Tanah Air.
(Baca: BI Rilis Standardisasi Kode QR, Nasib Alipay & WhatsApp Pay Terdampak)
Kelompok BUKU yang akan bekerja sama dengan WeChat dan Alipay berperan sebagai pengelola dana. Selain BCA, kedua fintech itu disebut-sebut berkolaborasi dengan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Panin Tbk dan PT CIMB Niaga Tbk.
Namun, Deputi Gubernur BI Sugeng menyampaikan bahwa PJSP baik asing maupun lokal harus menyesuaikan layanannya dengan Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 21/18/PADG/2019 tentang implementasi QRIS untuk pembayaran hingga akhir tahun ini. Dengan begitu, QRIS bisa diimplementasikan menyeluruh mulai awal tahun depan.
“(Saya dengar) perusahaan asing masih melakukan (pembayaran dengan kode QR). Dalam waktu sampai akhir tahun ini mereka harus ikut QRIS. Kalau ada yang melakukan di luar pakai QRIS, kami tertibkan,” kata dia.
(Baca: Kerja Sama BNI dengan WeChat Pay dan Alipay Tunggu Regulasi)
Alipay dan WeChat Pay pun harus memenuhi aturan terkait implementasi QRIS, jika ingin menyediakan layanan pembayaran berbasis kode QR di Indonesia. “BI ada Service Level Agreement (SLA). Kami profesional, kalau dokumen dipenuhi dengan cepat, ya kami cepat,” kata Sugeng menanggapi perizinan Alipay dan WeChat Pay.
Setelah BI melakukan pengecekan atas dokumen yang diberikan, selanjutnya dilakukan pemeriksaan teknologi. “Kami cek teknologi informasinya. Kami mengharapkan, apa yang disampaikan Gubernur BI (persyaratan dan dokumen) tadi harus dipenuhi,” katanya.
(Baca: WhatsApp Harus Penuhi Empat Syarat untuk Layanan Keuangan di Indonesia)
Selain Alipay dan WeChat Pay, WhatsApp dikabarkan bakal menyediakan layanan pembayaran di Indonesia. Namun, sejauh ini BI belum menerima permohonan perizinan dari perusahaan pengembang media sosial tersebut. “Mereka belum mengajukan (izin) ke BI,” katanya.
Perusahaan di bawah naungan Facebook itu meluncurkan layanan pembayaran yang disebut WhatsApp Payments pada awal tahun ini. Fitur yang juga dikenal dengan WhatsApp Pay itu kabarnya akan lebih dulu diterapkan di India
WhatsApp kabarnya tengah mendekati GoPay, OVO, dan DANA untuk bisa menyediakan layanan keuangan di Indonesia. Bahkan, sumber Reuters mengatakan bahwa kesepakatan dengan ketiga perusahaan itu diperkirakan selesai dalam waktu dekat.
(Baca: Persaingan Bisnis Dompet Digital Makin Ketat dan Mengerucut)