Startup Agen Laku Pandai Ikut Gali Ceruk Pasar Keuangan

Katadata
Ilustrasi, fintech. Selain fintech, startup agen laku pandai ikut gali ceruk pasar keuangan.
24/10/2019, 09.11 WIB

Banyaknya populasi yang belum mendapat askes keuangan (unbanked) menjadi pasar potensial bagi teknologi finansial (fintech). Beberapa pengusaha bahkan melihat potensi lain dari pasar ini, salah satunya dengan digitalisasi agen laku pandai.

Startup Finfleet misalnya, menghadirkan model bisnis doorstep financial services dengan mengubah cara kerja agen laku pandai menjadi berbasis digital. CEO Finfleet Brata Rafly mengklaim, agen-agennya membantu masyarakat, khususnya di daerah untuk memahami keuntungan dan risiko setiap produk keuangan.

Dengan begitu, Finfleet menyasar pasar yang belum paham ataupun tersentuh layanan keuangan. "Dengan adanya ekosistem agent network ini berpotensi untuk mendorong inklusi keuangan," kata dia dalam acara Fintech Talk: The Role of Fintech Agents to Support Financial Inclusion di Jakarta, kemarin (23/10).

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), inklusi keuangan telah mencapai 75% lebih atau melampaui target tahun ini. Meski begitu, masih ada sekitar 25% masyarakat Indonesia yang belum mendapat akses keuangan. Pasar ini yang bisa digarap startup agen laku pandai.

(Baca: OJK Sebut Inklusi Keuangan Tahun Ini Sudah Melampaui Target)

Selain unbanked, ada masyarakat Indonesia yang belum mendapat layanan keuangan secara penuh (underbanked). Contohnya, punya rekening tabungan tetapi tidak memiliki kartu kredit ataupun layanan keuangan lainnya, padahal membutuhkan. Pasar ini juga bisa dirambah startup agen laku pandai.

Saat ini, Finfleet memiliki 600 agen yang merupakan pegawai kontrak. Mayoritas berdomisili di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Mereka mendapat pelatihan dan akan diberi pengarahan setiap paginya.

Brata menyampaikan, agen laku pandai membuat produk keuangan lebih mudah dipahami. Dengan cara ini, ia optimistis inklusi keuangan di Tanah Air bisa meningkat.

Agen akan mendatangi calon konsumen ke rumah. Mereka sebelumnya bekerja sebagai kurir Etobee. “Pendapatan mereka naik tiga sampai empat kali lipat dibanding sebelumnya,” kata Brata.

Dengan konsep bisnis doorstep financial services ini, ia mengklaim perusahaannya mampu mencatatkan pertumbuhan pendapatan hingga 150% setiap tahun. Dengan margin tumbuh rerata 15-20%. "Supaya bisa profit, kami tidak hanya mengantar dokumen," katanya.

(Baca: Startup Finfleet Bantu 12 Bank Gaet Konsumen Tanpa Buka Cabang)

Hal senada disampaikan oleh Regional Digital Marketing Director ModalkuAlexander Christian. Ia menilai, agen laku pandai lebih berpotensi menjangkau masyarakat di daerah, khususnya usaha kecil mikro dan menengah (UMKM).

"Proses humanisme ini memudahkan masyarakat sebagai gerbang masuk untuk mengetahui lebih lanjut berbagai program layanan keuangan. Di luar itu ada kredit proses, verifikasi, dan berbagai macam produk yang bisa dilakukan ke on-boarding customer. Jadi potensinya luar biasa," kata Alexander.

Meski demikian, menurutnya inklusi keuangan adalah masalah yang terjadi hampir di tiap negara. Apalagi, Indonesia merupakan negara kepulauan. "Itu menjadi salah satu tantangannya," kata dia.

Hal-hal ini menurunya menjadi indikasi pasar keuangan di Indoneska cukup besar. Namun, perlu keterlibatan pemerintah dan pelaku usaha termasuk perbankan, fintech, dan lainnya. "Makanya, kami sebut (inklusi keuangan) ini sebagai gotong royong untuk membantu seluruh masyarakat Indonesia," katanya.

(Baca: Gelombang Besar Transaksi Nontunai di Indonesia)

COO Paper.id Anthony Huang pun mengatakan, perusahaannya bekerja sama dengan fintech lending, bank, lembaga keuangan, serta agen laku pandai lainnya untuk membantu para UMKM di Indonesia. "Ini supaya (proses) pencatatan mereka lebih jelas," kata dia.

Paper.id merupakan perusahaan yang menyediakan layanan software invoicing, accounting, dan inventori. Para pelaku usaha dapat membuat laporan keuangan lewat berbagai perangkat dan menyediakan analisis sehingga data-data seperti arus kas, inventaris, dan lainnya bisa diketahui secara real time.

"Para agen ini memberikan pengetahyan soal literasi keuangan. Dari saty orang bisa memengaruhi 10 orang, misalnya. Penyebaran edukasi seperti ini bisa berjalan dengan skala yang lebih cepat dengan masing-masing fintech melalui end-user," kata dia

Sekadar informasi, data OJK menunjukkan inklusi keuangan meningkat dari 49% di 2017 menjadi 69% pada tahun lalu. Jumlah tersebut naik signifikan dibanding 2011 yang hanya 19%.

(Baca: Sebanyak 127 Fintech Pinjaman Sudah Melayani 15 Juta Penduduk)

Reporter: Cindy Mutia Annur