BCA hingga Grab Rambah Bank Digital, Ahli IT Ungkap Risiko Data Bocor

123RF.com/rawpixel
Ilustrasi keamanan internet
27/7/2020, 15.55 WIB

Bank-bank besar seperti Bank Central Asia (BCA) hingga perusahaan digital dan teknologi Grab mulai merambah model bisnis bank digital. Ahli informasi dan teknologi (IT) mengungkapkan risiko kebocoran data pada layanan bank digital, yang harus diantisipasi.

Chief Digital Forensic PT DFI Ruby Alamsyah mengatakan, risiko keamanan biasanya meningkat saat banyak pemain masuk ke model bisnis baru, termasuk bank digital. "Ini Pekerjaan Rumah (PR) yang cukup besar,” kata dia kepada Katadata.co.id, Senin (27/7).

Setidaknya, ada tiga hal terkait keamanan yang harus diantisipasi oleh regulator dan perusahaan. Pertama, penyedia layanan bank digital harus menyiapkan sistem keamanan dari hulu ke hilir (end to end system).

“Itu harus benar-benar dites dan dicek agar tidak ada celah keamanan,” kata Ruby.

 Kedua, mempunyai Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang keamanan siber yang andal. "Tim keamanan harus memonitor potensi kebocoroan data yang mungkin timbul dalam 24 jam. Juga memastikan sistem peringatan (alert) optimal," ujarnya.

Ia mencatat, banyak kasus serangan siber atas layanan perbankan baru diketahui setelah nasabah melapor. Oleh karena itu, faktor keamanan perlu ditingkatkan untuk memberikan kepastian kepada konsumen, Jika bank ingin merambah layanan digital.

Terakhir, regulasi perlu diperkuat. "Bila tidak diatur, data masyarakat akan sangat mudah diperjualbelikan dan menjadi modal penipuan," ujar Peneliti Keamanan Siber Communication Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha.

Sejauh ini, beberapa bank mulai merambah model bisnis bank digital. BCA misalnya, berencana mengubah nama Bank Royal Indonesia menjadi Bank Digital BCA pada semester II.

Bank milik Grup Djarum itu telah mengakuisisi Bank Royal pada November 2019.

Lalu, Bank Artos yang berubah nama menjadi Bank Jago akan berfokus menyediakan layanan berbasis digital. Selain itu, perusahaan teknologi asing seperti WeChat Pay dan Alipay ingin merambah pasar keuangan Indonesia.

Wechat Pay resmi beroperasi di Indonesia menggunakan jaringan PT Bank CIMB Niaga Tbk mulai bulan ini. Sedangkan pesaingnya, Alipay saat ini masih menunggu restu dari BI.  

Lalu, Facebook menyuntikkan dana kepada Gojek. Bergabungnya raksasa teknologi Amerika Serikat (AS) itu di Gojek disebut-sebut sebagai jalan masuknya WhatsApp Pay ke Indonesia.

Namun, WhatsApp dan Facebook enggan berkomentar terkait kabar itu. “Kami belum ada pembaruan informasi terkait pembayaran (di Indonesia),” kata Direktur Komunikasi APAC WhatsApp Sravanthi Dev pada awal Juni lalu (4/6).

Meski begitu, ia menegaskan bahwa perusahaan tertarik untuk menyediakan layanan pembayaran ke Indonesia.  

Fintech pembiayaan seperti Akulaku juga ingin merambah layanan bank digital. "Kami dapat mencapai terobosan dalam hal perbankan berbasis mobile dan penerbitan kartu, karena layanan ini dapat dengan mudah diotomatisasi," kata CEO Akulaku William Li dikutip dari Kr-Asia.

bank digital (Katadata)

 

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan