Platform teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) Akseleran dan Modalku mencatatkan peningkatan penyaluran pinjaman lebih dari dua kali lipat di semester pertama tahun ini. Lonjakan pinjaman itu didorong sektor produktif, seperti Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) kesehatan, pangan, hingga pertanian.
CEO & Co-Founder Akseleran Ivan Tambunan mengatakan, selama enam bulan pertama tahun ini, Akseleran telah menyalurkan total pinjaman usaha lebih dari Rp 800 miliar. "Pencapaian ini mengalami pertumbuhan 106% dibandingkan periode yang sama pada 2020," katanya kepada Katadata.co.id, Rabu (14/7).
Menurutnya, lonjakan pinjaman dikarenakan masih banyaknya sektor usaha yang berharap kondisi ekonomi akan membaik. Hal itu sejalan dengan program vaksinasi yang masif dilakukan pemerintah pusat kepada masyarakat.
Meskipun mengalami lonjakan pinjaman, perusahaan pembiayaan itu tetap melakukan mitigasi risiko kredit macet (non performing loan/NPL) untuk menjaga kualitas pinjamannya. Saat ini, rasio NPL berada di angka 0,1% dari total penyaluran pinjaman secara kumulatif.
Akseleran saat ini fokus pada penyaluran pinjaman invoice financing sebesar 70% dan sekitar 20% merupakan produk pinjaman pra-invoice financing.
Perusahaan fintech juga menerapkan penilaian kredit yang difokuskan pada kemampuan bayar atau cashflow calon peminjam (borrower). Selain itu, pinjaman di Akseleran sudah terproteksi oleh asuransi kredit, sehingga melindungi 90% pokok pinjaman tertunggak.
Begitu juga dengan Modalku. Perusahaan mencatatkan penyaluran pinjaman sebesar Rp 4,2 triliun pada semester pertama 2021. Angka penyaluran pinjaman itu meningkat 60% dibandingkan tahun lalu.
"Tahun ini diharapkan menjadi peluang untuk kebangkitan ekonomi di Indonesia serta perkembangan Modalku," kata Co-Founder & COO Modalku, Iwan Kurniawan dalam siaran pers, kemarin.
Juru Bicara Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Andi Taufan Garuda Putra mengatakan, selama semester pertama tahun ini, peningkatan penyaluran pinjaman didorong oleh beberapa sektor. "Terjadi peningkatan penyaluran pembiayaan, khususnya kepada sektor produktif," ujarnya.
Beberapa sektor produktif yang banyak mendorong peningkatan penyaluran pinjaman itu antara lain, UMKM farmasi, alat pendukung kesehatan, pangan, produk pertanian, hingga makanan kemasan. Ada juga sektor telekomunikasi dan ekosistem online juga semakin banyak digunakan untuk mendukung kehidupan sehari-hari.
"Ini berpotensi untuk berkembang terus seiring pergeseran perilaku konsumsi masyarakat," katanya.
Sedangkan, untuk mengantisipasi kredit macet dari lonjakan penyaluran pinjaman itu, AFPI mengandalkan beberapa cara. Misalnya, mengandalkan pusat data atau Fintech Data Center (FDC) yang memungkinkan platform fintech lending melakukan verifikasi dan pengecekan kelayakan data calon borrower.
"Seluruh platform wajib untuk berintegrasi di FDC secara real time, terutama untuk mengindikasi peminjam nakal," kata Taufan. Sedangkan, jika peminjam tidak melunasi utang dalam 90 hari, maka akan tercatat pada pusat data fintech sebagai peminjam bermasalah.
Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), nilai pinjaman melalui fintech lending di Indonesia mencapai Rp 13,16 triliun pada Mei 2021. Nilai tersebut naik 8% dibandingkan bulan sebelumnya. Adapun, penyaluran pinjaman tersebut menjadi yang terbesar selama setahun terakhir. Di mana, penyaluran tertinggi dalam setahun terakhir sebelumnya terjadi pada April 2021 yakni Rp 12,18 triliun.
Untuk, total pinjaman bulanan Mei 2021 disalurkan kepada 38,7 juta borrower. Sebanyak Rp 6,99 triliun atau 53,15% dari total penyaluran fintech lending diberikan kepada sektor produktif. Rinciannya, sebanyak Rp 3,07 triliun untuk sektor bukan lapangan usaha lain-lain, Rp 1,4 triliun untuk perdagangan besar dan eceran, serta Rp 544,98 miliar untuk rumah tangga.